Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar pengujian UU No 36/2009 tentang Kesehatan terkait tempat larangan merokok. Dalam sidang kali ini, ahli yang didatangkan, Yusril Ihza Mahendra menilai pasal 115 UU Kesehatan membingungkan dan tidak sistematis.
"Pasal itu sendiri tidak mengandung kepastian hukum. Misalnya terdapat pada bunyi 'kawasan dilarang merokok antara lain kawasan bekerja, kawasan umum dan kawasan lain yang ditetapkan. Tapi kan kawasan bekerja dalam hal ini tidak jelas. Apa yang dimaksud dengan kawasan kerja, dan kawasan umum dan kawasan lain yang ditetapkan? Siapa yang menetapkan? Makanya tidak jelas, tidak ada aspek kepastian hukumnya," kata Yusril usai sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (20/12/2011).
Lebih lanjut dia mencontohkan bagaimana nasib tukang becak yang bekerja tidak mempunyai batasan kawasan kerja. Jika mengacu UU Kesehatan, maka aturan ini menjadi membingungkan.
"Iya kalau orang bekerja di pabrik, tapi kalau tukang becak dimana tempat dia bekerja? Kan gak jelas. Oleh karena itu saya melihat dari segi norma pengaturan perundang-undanganannya saya menjadi kewenangannya MK untuk menilai apakah uu itu bertentangan dengan UUD atau tidak. Bukan tentang perdebatan tentang orang merokok suka atau tidak suka," beber Yusril.
Berseberangan dengan Yusril, ahli Hakim Sorimuda Pohan menilai ketidakjelasan UU ini akan diatur lebih lanjut oleh pemerintah. Sebab fungsi pemerintah mengatur hal-hal yang tidak jelas dalam UU.
"Di situlah pemerintah dalam Bahasa Indoensia memberi perintah bukan penganjur dan pembujuk. Apa yang menjadikan patokan dia yaitu UU. Dan di UU dikatakan ada kawasan dilarang merokok dan yang menegakkan itu pemerintah," debat Hakim Sorimuda.
Uji UU ini dimohonkan Muhidin Sapdiana, Dulkarim, Deden, Zulvan Kurniawan, Indra Gunawan dan Rini. Mereka menilai pasal tersebut melanggar UUD 1945.