Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang didapatkan dari proses yang melanggar asas Pemilukada, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, adalah merupakan pelanggaran terhadap konstitusi. Keadilan Pemilukada tidak boleh dilepas dari prinsip keadilan substansial. “Yakni keadilan yang lebih didasarkan pada kebenaran materiil ketimbang menjadikan hal-hal formal-prosedural yang mengandung penghitungan angka-angka suara yang tidak signifikan,” kata Mohamad Laica Marzuki saat menjadi Ahli yang dihadirkan oleh Pemohon dalam sengketa Pemilukada Provinsi Gorontalo yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Selasa (12/12/2011).
Sidang Pemilukada Provinsi Gorontalo ini diajukan pasangan Gusnar Ismail-Tonni Uloli (GT), Pemohon untuk perkara Nomor 120/PHPU.D-IX/2011) dan pasangan Mohammad Ramdhan Pomanto-Sofyan Puhi (perkara Nomor 120/PHPU.D-IX/2011). Selain menghadirkan Ahli Mohamad Laica Marzuki, Pemohon juga menghadirkan Philipus M. Hadjon, dan Sayuti Asyathri.
Saat menyampaikan keahlian, Philipus mengklasifikasi bentuk pelanggaran Pemilukada dalam tiga kategori. “Pertama, melanggar peraturan perundang-undangan. Kedua, melanggar asas Pemilihan Umum. Ketiga melanggar asas-asas pemerintahan yang baik,” kata Philipus. Hadjon banyak menjelaskan keahliannya terkait asas-asas Pemilu dan asas pemerintahan yang baik dapat digunakan dalam menilai Keputusan KPU.
Sementara itu, Sayuti Asyathri dalam paparannya menyatakan, terbukannya kesempatan calon kepala daerah dari jalur perseorangan merupakan prinsip penghormatan HAM. “Kenyataan menunjukkan bahwa dalam banyak Pilkada, banyak usaha dilakukan untuk memotong calon-calon dengan berbagai cara,” kata Sayuti.
Setelah mendengar paparan Ahli dari Pemohon, Panel Hakim Konstitusi yang diketuai Achmad Sodiki diampingi dua Anggota Panel, Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati memeriksa para saksi. Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Drajad Wibowo yang hadir sebagai saksi Termohon KPU antara lain memaparkan AD/ART PAN mengenai penentuan gubernur/wakil gubernur yang diusung partainya. “Pasal 71 ayat (2), Penentuan calon Gubernur/Wakil Gubernur ditetapkan dalam surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat,” kata Drajad.
Drajad menambahkan, Pasal 4 ayat (3) menyatakan, seluruh jajaran pengurus dan kader PAN wilayah/provinsi dilarang melakukan upaya dalam bentuk apapun yang dapat memberikan keuntungan politis dan non-politis kepada calon gubernur/wakil gubernur selain yang ditetapkan DPP. (Nur Rosihin Ana/mh)