Harjono Berikan Materi tentang MK kepada Mahasiswa Universitas Islam As-Syafiâiyah
Rabu, 07 Desember 2011
| 12:58 WIB
Hakim Konstitusi, Harjono menerima kunjungan kepada para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (6/12). Mahasiswa yang mengenakan jaket almamater berwarna hijau itu mendapat materi seputar hukum acara di MK dan hal lainnya tentang MK.
”Awalnya orang tidak tahu tentang MK. Tapi akhirnya lewat putusan-putusannya, masyarakat jadi tahu tentang MK dan apa saja kewenangannya,” ujar Harjono memulai pemaparannya.
Harjono melanjutkan bahwa berperkara di MK murah biayanya, mudah prosesnya, dan cepat. Ia menjelaskan bahwa murah biaya berperkara di MK karena tidak dipungut uang sedikitpun ketika para Pemohon mengajukan permohonan. Ketika persidangan sudah dimulai, tidak ada satupun biaya yang juga harus dikeluarkan oleh berbagai pihak yang berperkara. “Yang bikin mahal itu biaya advokat lalu biaya mendatangkan saksi ke Jakarta dari Papua misalkan. Kalau di MK-nya tidak dipungut biaya sedikitpun,” tegasnya.
Sebenarnya, ungkap Harjono, para saksi perkara Pemilu bisa tidak datang ke MK di Jakarta untuk memberikan kesaksian. Para saksi bisa memberikan kesaksian melalui fasilitas video conference (vicon) yang berada di fakultas-fakultas hukum di 33 universitas di Indonesia.
Proses berperkara di MK, lanjut Harjono, juga terhitung cepat dan tidak berbelit-belit. Untuk perkara Pemilu ataupun Pemilukada, disediakan waktu 14 hari untuk menyelesaikan satu perkara. Dari proses pengajuan ke persidangan juga tidak membutuhkan waktu lama. Para pihak nantinya akan segera dikabari kapan persidangan pertama dimulai dan selanjutnya.
Adanya laman MK yang beralamat di www.mahkamahkonstitusi.go.id juga disinggung oleh Harjono. Ia mengatakan segala informasi tentang MK bisa dilihat di laman tersebut. ”Jadwal sidang, risalah sidang, putusan sidang MK semua bisa dilihat di website MK,” jelasnya.
Beralih soal independensi hakim konstitusi, Harjono meyakinkan para mahasiswa bahwa indenpendensi hakim konstitusi tidak usah diragukan. Pasalnya, selain sosok para hakim konstitusi yang terpercaya, MK juga menerapkan peradilan yang bebas dan independen. Meski para hakim konstitusi berasal dari DPR, Pemerintah, maupun MA, ketika sudah menjadi hakim konstitusi mereka sudah terlepas dari ”latar belakangnya” itu.
Independensi para hakim konstitusi terlihat dari putusan MK yang memuat disenting opinion. Hal itu terjadi ketika ada hakim konstitusi memiliki sikap berbeda terhadap satu perkara yang diputuskan. ”Sembilan orang punya pendapat masing-masing. Saya bisa berpendapat berbeda dengan hakim konstitusi lainnya, termasuk juga dengan ketua MK. Putusan MK adalah pendapat MK. Sedangkan pendapat saya yang saya ucapkan tidak menjadi pendapat MK,” tutupnya. (Yusti Nurul Agustin/mh)