Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD membuka acara “Pertemuan Koordinasi Mahkamah Konstitusi dengan Dekan Fakultas Hukum, Pusat Kajian Konstitusi, dan Asosiasi Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,” yang diselenggarakan di Swiss-belhotel, Jakarta, Selasa (6/12). Hadir dalam acara, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar dan sejumlah tokoh nasional, serta diikuti oleh 250 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Sebelum membuka acara, Mahfud menyampaikan sambutannya terkait peran kampus (universitas) selama ini dalam mendorong berbagai perubahan. Kampus dikatakan Mahfud, sekarang penilaian dan pengolahan mengenai konstitusi dilahirkan dari kampus-kampus. Oleh karena itu, supaya semakin kuat kehidupan konstitusionalitasnya, maka harus dilakukan melalui kampus-kampus, terutama fakultas hukum dan fakultas sosial politik atau ilmu yang lain terkait dengan hal itu.
Mahfud MD selanjutnya mengatakan bahwa dalam menguatkan konstitusi, kampus juga bisa mencari alternatif-alternatif untuk memperkuat konstitusi. “Karena konstitusi itu adalah keniscayaan yang harus diterima dan tidak boleh ditolak. Karena kita tidak mentaati konsititusi negara akan hancur,” pesan Mahfud.
Oleh karena itu, tambah Mahfud MD, tidak perlu dinilai konstitusi benar atau salah. Karena apapun isi dari konstitusi, harus dikuti dan isinya mengikat. Karena sudah ditetapkan melalui lembaga yang berwenang dan menggunakan prosedur konstitusi. Lebih lanjut, Mahfud mengatakan bahwa kalau ingin menilai baik dan salah dari konstitusi maka kembali ke kampus. Kampus sebagai sumber keahlian akademik bukan sebagai pedoman yang harus mengikat. Setelah melalui kampus, maka akan dibawah ke proses politik. Dengan berbagai pertimbangan, akan segera disetujui oleh proses politik tersebut.
Kalau politik sudah menyetujuinya, menurut Mahfud, konstitusi tidak boleh diperdebatkan lagi, baik benar ataupun salahnya. “Semuanya harus dikuti,” jelasnya. tetapi kalau mau memperbaikinya, kata Mahfud, “silakan. Itu ada prosedurnya.” Labih penting lagi, kata Mahfud, di dalam kampus, konstitusi diulas secara terus menerus, sehingga bisa memberi alternatif, apakah penguatan konstitusi melalui perubahan lain atau hanya membuat instrumen yang lain? “Itu semua dilakukan oleh Fakultas Hukum, dan macam-macam asosiasi yang terkait. Sehingga menghasilkan produk akademik, dan diolah secara politik,” tutur Mahfud.
Selain itu, Mahfud juga mengatakan bahwa di dalam kebenaran ilmiah, sebenarnya tidak selalu sama dengan kebenaran politik. Benar kata ilmiah, tetapi politik mengatakan tidak ya tidak. Dan kebenaran ilmiah belum tentu juga menjadi kebenaran politik. Karena di dalam politik pada umumnya proses untuk mencari menang, sedangkan kalau ilmiah mencari secara benar. “Akan tetapi jangan dikira ilmiah itu selalu kalah dengan politik. Ketika politik sudah membusuk, dan ilmiah menguat, maka politik yang busuk ini digeser oleh kekuatan ilmiah yang dibawa oleh rakyat,” ucap Mahfud MD.
Selain berbicara tentang perbedaan mengenai kebenaran ilmiah dan politik, Mahfud juga menyoroti tentang demokrasi. Menurutnya, ia sering berbicara tentang demokrasi adalah sebuah kekuatan yang dahsyat. Karena seseorang boleh sewenang-wenang, tetapi tidak mungkin bisa demokrasi dibunuh. Ketika demokrasi tidak diberi sebuah saluran yang benar secara proporsional, demokrasi bisa membuka jalannya sendiri.
“Oleh karena itu, tidak bisa pada zaman sekarang, pemerintahan otoriter bisa bertahan. Kalau bisa hanya menuggu waktu. Dan paling banter yang bisa dilakukan adalah upaya-upaya agar kalau saya selesai dari jabatan, itu selamat,” jelas Guru Besar Universitas Islam Indonesia tersebut.
Misi Bersama
Pada kesempatan tersebut, disampaikan laporan dari Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar. Dalam pemaparan yang disampaikan, ia mengatakan bahwa kerja sama ini dmaksudkan untuk mewujudkan satu misi bersama yaitu menegakkan konstitusi dan mewujudkan konstitusionalitas Indonesia. “Bagi MK, kerja sama ini dimaksudkan untuk mendukung fungsi MK sebagai peradilan dan sebagai lembaga negara. Sementara bagi perguruan tinggi, kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kajian-kajian hukum dan konstitusi, serta untuk meningkatkan peran perguruan tinggi dalam upaya menumbuhkan kesadaran berkonstitusi dikalangan masyarakat,” tutur Janedjri.
Melalui pertemuan koodinasi ini, lanjut Janedjri, kami berharap kerja sama yang sudah terjalin selama ini, semakin aktif dan semakin efektif di bawah koordinasi dekan fakultas hukum. “Fasilitas vicon akan meningkatkan kemanfaatannya dalam persidangan jarak jauh serta kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya. Bidang penelitian diharapkan bisa ditingkatkan melalui kerja sama untuk meningkatkan penelitian,” ungkap Janedjri. (Shohibul Umam/mh)