Jakarta PelitaOnline- MAJELIS Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Achmad Sodiki, Kamis (1/12) mengklarifikasi permohonan judisial review pengangkatan wakil menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Permohonan tim advokasi Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) yang mengajukan permohonan pengujian materiil Pasal 10 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2008 tentang Kementrian Negara Terhadap UUD RI Tahun 1945 itu dinilai belum lengkap. Sehingga dalam sidang itu, majelis hakim memberi waktu 14 hari pada GN-PK untuk memperbaiki materi permohonan gugatannya.
Menjawab pertanyaan majelis hakim, Ketua GN-PK Pusat, Adi Warman yang juga sebagai pemohon mengatakan, dasar hukum pengangkatan para wakil menteri yang diangkat Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono 18 Oktober lalu masih rentan dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Dengan diangkatnya wakil menteri, pasti akan mendapatkan fasilitas-fasilitas khusus dari negara yang dananya bersumber dari APBN. Di antaranya rumah dinas , kendaraan dinas, biaya operasional, gaji, tunjangan jabatan, sekretaris, ajudan, sopir, dan beberapa staf pembantu dan sebagainya. Ini semua bisa menguras uang APBN,” kata Adi.
Oleh karenanya, pihaknya melalui Tim Advokasi GN-PK melakukan upaya hukum ke MK guna mencegah resistensi KKN dalam penyelenggaraan negara, khususnya dalam pengangkatan wakil menteri tersebut, demi terwujudnya pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN.
Permohonan pengujian materiil Tim Advokasi GN-PK terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI dengan registrasi perkara No. : 390/PAN.MK/X/2011tertanggal 26 Oktober 2011.
Menurut Adi, Tim Advokasi GN-PK berupaya menyikapi materi pidato SBY saat mengumumkan nama-nama KIB Jilid II hasil reshuffle dan nama wakil menteri sepanjang penafsirannya "yang menyamakan" kedudukan wakil menteri dengan wakil presiden, wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota.
"Itu sebabnya kami meminta kepada MK sebagai pelindung konstitusi, yang berhak memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal dan undang-undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi, karena tafsir Mahkamah Konstitusi merupakan satu-satunya tafsir atau the sole interpreter of constitution yang memiliki kekuatan hukum."