Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara PHPU Kabupaten Mappi, Papua - Perkara No. 117 dan 118 – PHPU. D-IX/2011 di Ruang Sidang Panel MK pada Rabu (30/11) siang. Pemohon antara lain mempersoalkan masalah Daftar Pemilih Sementara (DPS), serta Daftar Pemilih Tetap (DPT), keberpihakan penyelenggara Pemilu, yakni Termohon dan Panwas Kabupaten Mappi.
Pemohon I (perkara No. 117) mendalilkan bahwa pada 6 Agustus 2011 Termohon memberikan DPS untuk dilihat oleh Pemohon. Namun setelah Pemohon melakukan pencocokan dan pengecekan ke masyarakat, ternyata banyak masyarakat tidak terdaftar dalam DPS sebagaimana diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mappi, dalam hal ini Dinas Kependudukan.
“Termasuk juga Catatan Sipil, Pemukiman dan Tenaga Kerja dengan data Penduduk Potensi Pemilih Pemilu dan telah menyampaikan kepada Termohon,” ungkap Pemohon I.
Selain masalah DPS, Pemohon I menemukan berbagai permasalahan DPT. Misalnya, DPT yang dikeluarkan oleh Termohon ternyata tidak sesuai dengan penduduk yang berdomisili di kampung, tetapi nama yang ada berasal dari kampung-kampung lain.
“Juga, dalam DPT terdapat nama orang yang telah meninggal, anak di bawah umur dan orang yang telah keluar dari kampung tersebut atau telah berdomisili lama di tempat lain,” ujar Pemohon I.
Di samping itu, lanjut Pemohon I, terjadi pertukaran nama di DPT, dari RT atau RW lain yang sebelumnya memilih di TPS yang dari Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden bisa pindah ke wilayah RT atau RW lain. Fakta berikutnya, masyarakat yang tidak terdaftar di DPT maupun DPS, ikut memilih.
Pemohon I juga menemukan fakta terdapat keberpihakan Termohon, dalam hal ini jajaran di bawahnya, dapat terlihat di tingkat PPD, PPS, KPPS. Hal ini terlihat dengan jelas di Distrik Edera, diketahui bahwa Anggota Panitia Pemilihan Distrik (PPD) atas nama Luter Fakiri terlibat dengan mendukung pasangan calon nomor urut 1 dan KPPS di TPS 7 Bade.
Sementara itu Pemohon II (perkara No. 118) mendalilkan beberapa hal terkait Pemilukada Kabupaten Mappi, Papua. Di antaranya, ada upaya penghalangan penggunaan hak pilih oleh Termohon.
“Termohon tidak pernah melakukan Rapat Pleno Penetapan DPT dengan para Pemohon sebagai peserta Pemilukada. Termohon sengaja tidak menyampaikan undangan untuk memilih kepada para pemilih. Termohon dengan sengaja dan tidak secara benar menyosialisasikan pemilih dapat memilih dengan menunjukkan KTP,” urai Pemohon II.
Selain itu, lanjut Pemohon II, Termohon sengaja tidak memasukkan hasil pemutakhiran data pemilih yang dikirim oleh petugas pemutakhiran data yang diperoleh dari RT, Kepala Kampung ke dalam DPT yang dibuat oleh Kantor Catatan Sipil.
“Akibatnya, ketika pemilihan berlangsung, banyak penduduk yang memiliki hak pilih namun namanya tidak tercatat dalam DPT dan akhirnya tidak dapat menggunakan hak pilihnya,” beber Pemohon II. (Nano Tresna A./mh)