Hakim Konstitusi H.M. Akil Mochtar menjadi saksi yang meringankan bagi terdakwa kasus dugaan surat palsu MK, Masyhuri Hasan dalam sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (29/11) sore.
Akil Mochtar dalam keterangannya menyatakan bahwa surat yang dipalsukan terkait dengan kursi anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan. Kejadian ini, kata Akil berdampak pada keabsahan seseorang yang menduduki jabatan publik. Oleh karena kasus tersebut, kredibilitas lembaga Mahkamah Konstitusi tercoreng.
Dikatakan oleh Akil, surat yang diduga dipalsukan bernomor 112 tanggal 14 Agustus 2009 tidak sesuai dengan putusan MK. Menurut Akil, dengan dasar surat tersebut yang memperoleh kursi di DPR, bukanlah orang yang berhak. "MK merasa dirugikan," ujar Akil. Padahal, surat yang asli adalah surat tertanggal 17 Agustus 2009.
Dengan kejadian tersebut, kata Akil, MK membentuk Tim Investigasi Internal MK yang menghasilkan beberapa temuan yang direkomendasikan ke MK. Rekomendasi menyatakan keterlibatan pihak-pihak luar. "Patut diduga ada keterlibatan pihak luar, diantaranya Nesyawati putri mantan Hakim MK Arsyad Sanusi, Dewi Yasin Limpo, dan Andi Nurpati, dan mantan Hakim MK, Arsyad Sanusi. Ini yang menjadi dasar MK melapor ke polisi untuk melakukan penyidikan," urainya.
Sedangkan terkait pihak internal, Akil menegaskan, MK telah memberi sanksi, yaitu sanksi disiplin, antara lain berupa teguran lisan, tertulis, dan sampai pemberhentian.
Terhadap surat yang diduga dipalsukan, MK kemudian menganulir isi surat tanggal 14 Agustus 2009 yang menetapkan Dewi Yasin Limpo. "Mahkamah tidak menentukan kursi, tapi suara,” tegas Akil. (Nano Tresna A./mh)