Anggota DPR terlihat geram ketika Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyebutkan adanya praktik jual beli pasal undang-undang (UU) di DPR. Menurut dia, ada beberapa hal yang melatarbelakangi buruknya produk legislasi di DPR tersebut. Salah satunya karena ada praktik jual beli pasal, selain itu juga ada lembaga di luar yang menyediakan uang besar untuk mengegolkan isi UU.
Sejak 2003, ada 406 kali uji materi terhadap berbagai produk UU. Sementara yang dikabulkan oleh MK ada 97 buah. Pernyataan Ketua MK itu tentu bukanlah omong kosong karena dia adalah mantan anggota DPR, seorang tokoh yang punya pengalaman dan saat ini menjadi ketua MK.
Pernyataan tersebut adalah bentuk kepeduliannya tentang produk-produk UU yang disusun leglislatif yang rawan permainan. Suatu teguran kepada pihak berwenang untuk senantiasa mewaspadai kemungkinan-kemungkinan tersebut. Harus ada mekanisme yang mumpuni agar ke depan jual beli pasal tidak mudah dilakukan.
Ada beberapa kasus jual beli pasal yang telah terbongkar yaitu kasus korupsi aliran dana YPPI Bank Indonesia ke DPR sebesar Rp 31,5 miliar. Dana itu diduga digunakan untuk mengegolkan pasal-pasal tertentu saat pembahasan undang-undang mengenai BI. Sejumlah pejabat DPR sudah divonis bersalah dan sejumlah di antaranya masih dalam proses.
Ada juga kegagalan atau mungkin sengaja digagalkan, yaitu dalam kasus ayat tembakau dalam UU Kesehatan. Aparat kepolisian yang menyelidiki kasus tersebut berkilah bahwa bukti yang ada kurang memadai, kemudian di bawa ke Badan Kehormatan (BK) DPR dan menimbulkan kekisruhan sampai akhirnya ada saling sandera di BK. Akhirnya kasus itu pun ditutup dan aman.
Praktik jual beli pasal dalam pembahasan undang-undang memang bukan berita baru di DPR. Oleh karenanya, untuk mencegah hal tersebut terjadi, DPR harus lebih transparan dalam pembahasan UU. Dengan adanya situs resmi DPR yang bisa diakses, masyarakat diharapkan bisa ikut memantau perkembangan dalam pembahasan UU.
Dibutuhkan good will dan kerja keras dari seluruh pemangku kepentingan karena akan menghadapi kendala yang luar biasa besarnya. Ini harus diungkap dan diselesaikan. Kalau tidak, maka DPR tidak akan bisa diperbaiki.