Pengujian konstitusionalitas materi UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian) yang dimohonkan oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/11/2011). Baik pihak Pemerintah maupun DPR menerangkan bahwa batas waktu pencegahan ke luar negeri telah mengutamakan kepastian hukum dan pencegahan bersifat sementara.
Keterangan pihak Pemerintah yang disampaikan oleh Suwarsono, menyatakan Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian menentukan secara jelas jangka waktu pencegahan terhadap seseorang untuk keluar dari wilayah Indonesia. Menurut Pemerintah, ketentuan tersebut telah memberikan kepastian hukum karena telah menentukan jangka waktu pencegahan dan perpanjangan pencegahan secara limitatif yaitu paling lama enam bulan.
“Apabila setelah pencegahan berakhir dan tidak ada keputusan perpanjangan pencegahan atau terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap yang menyatakan bebas atas perkara yang menjadi alasan pencegahan, maka pencegahan tersebut berakhir demi hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2) dan ayat (3) UU Keimigrasian,” terang Suwarno.
Sifat Sementara
Sementara itu pihak DPR dalam keterangan yang disampaikan oleh Yahdil Abdi Harahap menyatakan, Ketentuan dalam Pasal 97 ayat (1) memberikan kewenangan kepada Keimigrasian untuk melakukan pencegahan sementara, yaitu selama proses penyelidikan dan penyidikan terhadap seseorang untuk bepergian ke luar wilayah NKRI.
“Pencegahan tersebut dilihat dari kata sementara, tidak akan bersifat tetap atau terus-menerus seperti yang diistilahkan oleh Pemohon yaitu seumur hidup, meskipun pencegahan dapat diperpanjang setiap kali dalam 6 bulan. Tetapi secara normatif terdapat pembatasan bahwa hal tersebut dalam kurun waktu proses penyelidikan dan penyidikan,” terang Yahdi.
DPR menyatakan tidak sependapat dengan dalil Yusril, sebab secara normatif, ketentuan pasal yang diujikan merupakan pilihan kebijakan atau legal policy pembentuk UU dalam rangka mempermudah dan memperlancar proses penyeledikan dan penyidikan atau due process of law. “Dengan demikian, ketentuan Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang a quo tidak cukup alasan hukum untuk menyatakan tidak memiliki kepastian hukum, sebab ketentuan ini berlaku bagi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana dan karena tindak pidana tersebut untuk proses penyelidikan dan penyidikan dapat dikenakan pencegahan, dan hal itu berlaku sementara selama proses penyelidikan dan penyidikan berlangsung,” terang Yahdi.
Persidangan untuk perkara yang diregistrasi dengan Nomor 64/PUU-IX/2011 ini dilaksnaakan oleh sembilan hakim konstitusi yang diketuai Moh. Mahfud MD. Agenda sidang hari ini yaitu mendengar keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah. Sidang dibuka kembali pada hari Rabu, 23 November 2011.
Sebagaimana dalam pokok permohonan, Yusril merasa keberatan dengan berlakunya Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian yang menyatakan “Jangka waktu pencegahan berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan”. Norma dalam pasal tersebut menurut Yusril, mengandung tindakan sewenang-wenang, karena tidak adanya kejelasan mengenai batas waktu berapa kali boleh memperpanjangnya. Ketentuan tersebut menurut Yusril, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945. (Nur Rosihin Ana/mh)