Pada masa Order Baru, kalangan hukum mengatakan bahwa satu hal yang harus dilakukan dalam mereformasi negara ini adalah menegakkan hukum. Demikian yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konsitusi (MK) Moh. Mahfud MD saat menyampaikan keynote speech di acara Seminar Nasional bertema, “Reformasi Hukum Nasional Solusi Mengatasi Permasalahan Bangsa,” diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya di Gedung Omah Btari Sri, Jakarta, Selasa (15/11).
Mahfud selanjutnya mengatakan bahwa mereformasi negara harus ada penegakan hukum. “Disebabkan seandainya kita melakukan sesuatu dan hukumnya tidak jalan, maka semua akan gagal. Kegagalan-kegagalan yang muncul saat masa orde baru karena hukumnya tidak jalan,” papar Mahfud.
Mahfud juga pernah menceritakan dahulu hukum Indonesia adalah ortodoks yang dibuat sepihak. Kemudian, berdampak represif di dalam tataran implementasinya. “Oleh karena itu, secara ilmiah reformasi konstitusi terutama UUD 1945 terhadap semua hukum-hukum peningggalan Orde Baru kita cabut dan kita tinggalkan. Itu membuktikan bahwa hukum dalam arti Undang-Undang (UU) adalah pro terhadap politik. Di mana, UU yang sesuai dengan Presiden Soeharto, pasca reformasi dicabut,” urai Mahfud.
Lebih jauh lagi, kata Mahfud, dalam memperbaiki hukum Indonesia sekurang-kurangnya ada tiga hal yaitu, isi hukum, struktur dan aparat hukum, dan budaya hukum. Sementara dalam memperbaiki hukum tersebut sudah begitu jauh. “Oleh sebab itu, dalam membangun politik hukum nasional di hukum refomasi adalah dengan cara membuang semua UU yang ada pada masa Orde Baru, karena menganggap sudah tidak sesuai dengan politik yang akan kita bangun, hal tersebut bisa didapatkan dari subtansi hukum tersebut,” tuturnya.
Melihat berbagai macam hukum yang sudah ada di negara ini, Mahfud menanyakan, hukum apa yang tidak kita miliki sekarang? “Semua sudah kita punya. Sehingga kalau berbicara tentang reformasi hukum dan pembangunan hukum pada saat sekarang, hanya mengulas kembali materi hukum yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, Mahfud juga mengatakan bahwa untuk menjaga supaya hukum kita berjalan dengan baik, menurutnya, kita sudah membuat Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Prolegnas tersebut adalah rancangan daftar hukum yang akan dibuat pada saat mendatang. ”Sehingga dengan adanya Prolegnas itu, kita tahu hukum apa yanag akan dibuat 5 tahun kedepan,” jelas Mahfud. Rancangan Prolegnas untuk sekarang ini, ada sebanyak 177 hukum yang rencananya akan dibuat.
Di dalam Prolegnas, Mahfud menambahkan bahwa hukum benar-benar dijalankan dengan baik. Dikarenakan sebelum hukum dibuat, dibuat dahulu daftarnya, supaya tidak spontan dalam membuat hukum. ”Sehingga tidak ada sesuatu hal bisa langsung membuat hukum. Dan supaya hasil yang dibuat baik, harus ada naskah akademik, supaya jelas,” tuturnya.
Di samping menjelaskan Prolegnas, Mahfud menyakinkan pada ratusan alumni Unair tersebut dengan menceritakan pengalamanya selama ia berada di Perancis. Saat itu Mahfud masih menjadi pimpinan badan legislasi di dalam DPR RI datang ke Parlemen di Perancis. Dalam ceritanya, ia mengatakan kepada Parlemen Perancis bahwa dalam hukum Indonesia ada yang namanya Prolegnas, dan mereka memuji akan adanya program tersebut. ”Program itu menurut mereka bagus. Karena kami direpotkan oleh kegenitan oleh para menteri prancis,” ucap mahfud MD menirukan ucapan pimpinan parlemen itu. ”Oleh karena itu, kami akan datang ke Indonesia untuk belajar tentang program tersebut.
Melihat antusiasnya pimpinan parlemen itu, Mahfud mengakui bahwa dalam teori prolegnas bagus, tetapi dalam prakteknya, banyak masalah-masalah yang di hadapi dalam melakukan program itu. Namun, kalau di ukur dengan kebenaran konsitusional, kita (MK, Red) sudah melakukan sekitar sebanyak 406 perkara pengujian UU, dan sebanyak 97 perkara dikabulkan. Jadi ada 97 kesalahan dalam UU, itu inkonstitusional,” ucapnya.
Dalam acara Seminar Nasional tersebut, sejumlah Pembicara dihadirkan, diantaranya Bambang Widjojanto selaku Praktisi Hukum, M. Zaidun selaku Dekan Fakultas Hukum Unair, Soekarwo selaku Gubernur Jawa Timur, dan yang terakhir Soetandyo Wignjosubroto selaku Guru Besar Fakultas Hukum dan FISIP Unair. (Shohibul Umam/mh)