Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menerima langsung rombongan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (14/11). Kedatangan mahasiswa ini untuk mengenal dekat MK dengan mengetahui mengetahui hukum acara MK dan termasuk proses peradilan yang berkembang di MK
Dalam materi yang disampaikan Fadlil yang sekaligus menyampaikan materi, bahwa hukum yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah UUD 1945. Sementara, UUD 1945 tersebut di atasnya adalah Pancasila. Pancasila diambil sebagai pandangan hidup bangsa, dan di dalam Pancasila terdapat konstitusi yang tertulis dalam UUD 1945. Artinya Indonesia mengemplimentasikan pandangan hidupnya dalam berhukum.
Fadlil Sumadi juga menyampaikan bahwa MK dan Mahkamah Agung (MA), serta pengadilan dibawah MA, dalam peradilannya menegakkan hukum di bawah konsitusi. Dalam hal ini, “MK juga menegakan hukum konstitusi sebagai the supreme law of the land yaitu hukum tertinggi di dalam suatu negara,” jelas Fadlil Sumadi di hadapan puluhan mahasiswa tersebut.
Selain itu, Fadlil juga mengatakan bahwa sebelum tahun 2003, hukum tidak pernah ditegakkan sebagai hukum, meskipun bangsa Indonesia mengakui konstitusi sebagai hukum yang berlaku di Indonesia. ”Namun, Apakah hukum tersebut sama sekali tidak ditegakkan? juga tidak. Hukum tersebut juga ditegakkan, akan tetapi melalui mekanisme politik,” jelas Kandidat Doktor Universitas Diponegoro Semarang itu.
Lanjut Fadlil Sumadi mengatakan bahwa akibat hukum yang dahulu dibentuk melalui mekanisme politik. Maka, hukum tersebut mengadung cacat bawah. ”Sehingga sejak lahir, dia (Hukum) mengandung cacat bawah,” tegasnya. Cacat bawah tersebut, menurutnya, merupakan suara terbanyak yang diperoleh dari proses mekanisme politik. Di dalam berpolitik, apakah putusan yang diambil merupakan putusan yang adil atau tidak? Itu tidak pernah dipikirkan. ”Oleh karena itu, dahulu bung Karno diberhentikan itu salah apa? Tidak ada yang bisa menjawabnya. Karena berpolitik bukan soal salah dan benar, akan tetapi soal, kamu sudah tidak saya sukai, maka harus berhenti,” urai Fadlil Sumadi.
Di samping berbicara tentang kondisi hukum di Indonesia sebelum tahun 2003, Fadlil juga membicarakan tentang perbedaan lembaga peradilan yang ada di MK, MA, dan lembaga peradilan di bawah MA. Dalam menyitir teori Hans Kelsen selaku ahli hukum, Fadlil menjelaskan bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan, di mana Hans Kelsen melihat dalam perpektifnya mengatakan bahwa negara adalah sebagai penyelenggara hukum.
Dikarenakan sebagai penyelenggara hukum, lanjut Fadlil, maka persoalan hukum merupakan persoalan yang bertingkat-tingkat. Dan tingkatan tertinggi dalam hukum adalah konstitusi. ”hukum tertinggi itu disebut dengan konsitusi,” jelas Fadlil Sumadi.
Di samping itu, Fadlil juga mengatakan bahwa MK merupakan lembaga yudisial yang terkandung di dalam UUD 1945. Sedangkan lembaga yudisial disebut juga kekuasaan kehakiman yang di dalam menginginkan keadilan. ”Oleh karena itu, ketika keadilan tergoyah, ketika keadilan tiada, ketika keadilan lemah. Itulah tugas penyelenggara lembaga peradilan untuk menegakkan keadilan,” ucap Fadlil Sumadi. (Shohibul Umam/mh)