Dalil keberatan Pemohon mengenai pengangkatan anggota Panwaslukada Kabupaten Buru tidak ada relevansi dengan Termohon, karena kewenangan mengangkat Panwaslukada merupakan kewenangan Bawaslu. Hal ini disampaikan oleh Anthoni Hatane selaku kuasa hukum KPU Kabupaten Buru dalam sidang penyelesaian hasil pemilihan umum bupati dan wakil bupati Kabupaten Buru Tahun 2011 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (10/11). Permohonan yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 113/PHPU.D-IX/2011 ini dimohonkan oleh pasangan nomor urut 3 Bakir Lumbessy – Etha Aisya Hentihu.
“Pemilu Buru yang diselenggarakan Pemohon tidak terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif sebagaimana yang didalilkan Pemohon. Dalil keberatan pemohon tidak ada relevansi dengan Termohon, karena kewenangan mengangkat Panwaslukada Kabupaten Buru adalah merupakan kewenangan Bawaslu untuk itu dalil pemohon patut ditolak oleh Majelis Hakim Konstitusi,” jelas Anthoni Hatane di hadapan Majelis Hakim Panel yang diketuai oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki.
Anthoni menjelaskan, bahwa pelaksanaan pemilihan umum di Desa Airbuaya berjalan lancar dan tidak ada keberatan dari pasangan calon manapun. Selain itu, lanjut Anthoni, perhitungan di tingkat KPPS dan PPK berlangsung lancar dan aman. “Dalil keberatan Pemohon tidak benar yang tidak didasarkan dalil fakta yang sebenarnya. (Pemilukada) yang diselenggarakan Termohon tidak terdapat pelanggaran-pelanggara yang sistematis, terstruktur dan masif, selain itu tidak pernah ada konspirasi antara Termohon dengan Pihak Terkait untuk memenangkan Pihak Terkait dalam Pemilukada Kabupaten Buru tahun 2011. Untuk itu, tidak ada dasar dan fakta hukum apapun yang bisa membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Buru Nomor 38/2011,” urainya.
Sementara itu, Misbahuddin Gasma selaku kuasa hukum pasangan calon nomor urut 1 Ramli Umasugi – Juhana, membantah semua dalil yang diungkapkan Pemohon baik mengenai adanya intimidasi, mobilisasi PNS hingga praktik politik uang (money politic). Mengenai politisasi birokrasi, Misbahuddin menjelaskan Bupati Buru Husni Hentihu melakukan intimidasi terhadap PNS untuk memilih Pihak Terkait. “Bupati justru dalam setiap kegiatan dan dibuktikan dengan surat edaran. Keikutsertaan Bupati Hentihu dalam kapasitas sebagai wakil pemenangan Pemilukada Kabupaten Buru dan Buru Selatan dari Partai Golkar. Kemudian mengenai mutasi PNS, adalah hal lumrah yang biasa, telah melalui mekanisme yang seharusnya dan sesuai dengan aturan yang ada,” paparnya.
Dalam sidang tersebut, Pemohon menghadirkan beberapa saksi untuk menguatkan dalil permohonannya. Pada sidang sebelumnya, Pemohon melalui Fahmi Bachmid selaku kuasa hukum mendalilkan berkeberatan dengan Surat Keputusan KPU Kabupaten Buru Nomor 38 Tahun 2011 tentang Penerapan dan Pengesahan Hasil Perolehan Suara Calon Bupati dan Wakil Bupati Buru. Menurut Pemohon, keputusan-keputusan Termohon a quo dihasilkan dari suatu rangkaian proses yang telah merusak sendi-sendi asas Pemilukada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dimana telah terjadi pelanggaran institusi serius yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif yang nyata-nyata mempengaruhi hasil penghitungan suara yang telah ditetapkan Termohon. “Keterlibatan bupati dan juga adanya intimidasi-intimidasi yang baru saya dapatkan kepada para PNS yang harus memihak kepada Terkait. Berdasarkan bukti yang belum sempat dan juga ada beberapa peraturan perundang-undangan yang harus saya kutip, khususnya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, termasuk juga kaitannya dengan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu dan pembentukan panwaskab termasuk PPK dan sebagainya,” ujarnya. (Lulu Anjarsari/mh)