Pungutan pajak (blasting) harus didasarkan pada kaidah hukum yang benar. Hampir semua pungutan pajak, diturunkan dari delegasi konstitusi. Namun, pengaturan norma pelaksanaan pungutan pajak tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Norma UU yang didelegasikan dari konstitusi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Norma UU yang bertentangan dengan konstitusi, berarti melanggar konstitusi.
“Menjadikan objek pajak hiburan terhadap golf selaku sasaran pemajakan yang membebani kewajiban pajak kepada pelaku usaha golf sebagaimana termaktub dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 pada hakikatnya merupakan kekeliruan perpajakan.”
Paparan tersebut disampaikan Prof. Dr. M. Laica Marzuki, SH, saat menjadi Ahli Pemohon uji materi UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (10/11/2011). Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli, dilaksanakan oleh Panel Hakim yang teridiri, Achmad Sodiki (Ketua Panel), didampingi Ahmad Fadlil Sumadi, M. Akil Mochtar, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, dan Muhammad Alim.
Persidangan perkara Nomor 52/PUU-IX/2011 mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 42 ayat (2) huruf g UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini dimohonkan oleh para pelaku usaha olah raga golf, yaitu Asosiasi Pemilik Lapangan Golf Indonesia, PT. Pondok Indah Padang Golf, Tbk., PT. Padang Golf Bukit Sentul, PT. Sanggraha Daksamitra, PT. Sentul Golf Utama, PT. New Kuta Golf and Ocean View, PT. Merapi Golf, PT. Karawang Sport Center Indonesia, dan PT. Damai Indah Golf Tbk.
Pasal 42 ayat (2) huruf g menyatakan, “Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: g. permainan bilyar, golf, dan boling”. Para Pemohon keberatan dengan rumusan tersebut yang mengkategorikan suatu olahraga (golf) ke dalam kategori hiburan mengakibatkan perlakuan yang tidak sama terhadap para pelaku industri olahraga. Oleh karena itu, menurut para Pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi yang menghendaki adanya perlindungan, kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Lebih lanjut Laica menyatakan, berdasarkan UU 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, golf tergolong sebagai olahraga. Golf dipertandingkan dalam pekan olahraga nasional (PON) sejak penyelenggaraan PON VII tahun 1969 sampai dengan penyelenggaraan PON XVII tahun 2008 di Kalimantan Timur. Golf juga dipertandingkan dalam SEA Games XVI Tahun 2011. International Federation for Golf atau Federasi Internasional Golf merupakan bagian dari International Olympic Committee (IOC). Artinya, sebagai cabang olahraga, golf telah dipertandingkan di tingkat dunia.
“Kami berpendapat bahwa Pasal 42 ayat (2) huruf g UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan 28I ayat (2) UUD 1945,” tandas Laica.
Selain menghadirkan mantan Hakim Konstitusi M. Laica Marzuki sebagai Ahli, para Pemohon juga menghadirkan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Dr. Ir. Irawan, MS dan H. Tb. Eddy Mangkuprawira, SH, M.Si. Sedangkan pihak Pemerintah menghadirkan dua orang Ahli, yaitu Dr. Mahfud Sidik, M.Sc, dan Drs. Budi Sitepu. Persidangan selanjutnya akan digelar pada 23 November 2011. (Nur Rosihin Ana/mh)