Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 49/1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara di uji ke Mahkamah Konstitusi. Sidang pertama digelar Kamis, (10/11) di ruang sidang Panel MK. Panel Hakim yang menyidangkan perkara ini terdiri dari Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva (Ketua Panel), Achmad Sodiki, dan M. Akil Mochtar. Perkara ini teregistrasi dengan No. 77/PUU-IX/2011.
Pada kesempatan itu hadir Kuasa Hukum Pemohon, Gradios Nyoman Tio Rae, dkk. Adapun Pemohon Prinsipal dalam perkara ini terdiri dari beberapa perusahaan penjual aspal curah yang hingga saat ini masih dianggap sebagai debitur bermasalah pada PT. Bank Negara Indonesia, tbk. Diantaranya adalah PT. Bumi Aspalindo Aceh dan PT Sarana Aspalindo Padang.
Para Pemohon beranggapan telah dirugikan karena adanya perlakuan yang tidak adil atau sama oleh pihak Bank Negara yang hanya memberikan potongan utang pokok terhadap debitur lain. Padahal, menurut Pemohon, pihaknya lebih kooperatif dibandigkan para pengusaha yang telah mendapat potongan utang pokok tersebut. Utang-utang ini merupakan imbas dari krisis moneter pada medio 1997-1998 silam yang sempat membuat banyak perusahaan di Indonesia kolaps, bahkan hingga gulung tikar.
Selain itu, menurut Pemohon, UU yang diuji tersebut, sudah tidak relevan lagi dengan kondisi perekonomian saat ini. “Terlalu kaku karena tidak ada memberikan keringanan atau upaya alternatif untuk menyelesaikan masalah,” ungkap Gradios. “Pelaku usaha sangat dibebani atas ketentuan ini.”
Selain itu, lanjut dia, ketentuan dalam UU tersebut sulit dipahami. “Baik dengan asas normatif ataupun asas lainnya,” katanya.
Oleh karena itu, Pemohon menganggap, UU 49/1960 tersebut telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4). “Pasal-pasal dalam UU a quo seharusnya tidak berlaku lagi karena telah diatur dalam UU tentang perbankan,” paparnya. Beberapa diantaranya UU yang terkait hal ini sudah diatur dalam UU No. 10/1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, 19/2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, serta UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas.
Setelah mendengarkan pokok-pokok permohonan, Panel Hakim pun kemudian memberikan beberapa saran kepada Pemohon. Antara lain terkait legal standing, kerugian konstitusional Pemohon, serta akibat hukum jika permohonan dikabulkan oleh Mahkamah. “Nanti jika dibatalkan, utang-utang saudara yang urus siapa?” Tanya Hakim onstitusi Achmad Sodiki. Akhirnya, dalam tanggapannya, Pemohon menyatakan akan mencoba melakukan perbaikan-perbaikan sesuai saran hakim. (Dodi/mh)