TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. Kamis, 10 November 2011 menyatakan sidang pemilihan kepala daerah Banten tidak hanya perang alat bukti, tetapi juga perang argumen dan psikologis. “Memang tidak hanya perang alat bukti, perang argumen, juga perang psikologis,” kata Mahfud dalam sidang sengketa pemilihan.
Saksi pasangan kandidat nomor dua, Wahidin Halim-Irna Narulita, sulit memasuki ruang sidang karena terhalang massa Ratu Atut yang menguasai depan ruang sidang bagian dalam. “Mohon maaf Yang Mulia, saksi takut masuk karena banyaknya massa nomor urut satu di depan,” kata Denny Kailimang, kuasa hukum Wahidin, di hadapan Ketua Majelis Hakim Mahfud Md. dan hakim anggota Maria Farida Indrati dan Anwar Usman.
Mahfud meminta panitera mengawal dan menjemput saksi agar masuk ke ruang sidang. Sidang sedang diskors karena ruangan dipakai sidang perkara lain. Sidang Pilkada Banten baru dilanjutkan pukul 14.00 WIB untuk mendengarkan saksi nomor urut dua.
Pada sidang tadi, dua orang saksi Wahidin-Irna sudah memberi keterangan di bawah sumpah, yakni Achamd Lutfi dan Madrais. Madrais mengaku dibayar seseorang kubu Atut Rp 150 ribu untuk menempel gambar yang mendiskreditkan Wahidin. “Saya dibayar Rp. 150 ribu untuk menempel gambar berkepala Nazarudin (koruptor) dan badannya Wahidin,” kata Madrais.
“Bagaimana Saudara tahu itu gambar badan Wahidin,” Madrais pun menjawab saya tahu karena ada tulisan "Saatnya Banten Berubah" yang merupakan slogan kandidat nomor dua,” kata Madrais.
Saksi Achmad Lutfi mengatakan melaporkan tayangan video yang diungguh dalam website YouTube yang menunjukkan rekaman Enang Cahyati, Kepala Badan Ketahanan Pangan, yang mengajak agar menyukseskan Ratu Atut sebagai gubernur dengan ikhlas, meski Eneng menyadari sebagai pegawai negeri sipil hal itu merupakan pelanggaran.
Pengacara Wahidin, Patra M. Zen, optimistis bisa memenangkan perkara di MK ini. “Kami tidak pernah mengarahkan saksi. Silakan nanti didengar sendiri bagaimana RT, RW, kepala desa hingga pejabat secara tersruktur menyukseskan Ratu Atut,” kata Patra.
Patra akan meminta agar majelis berkenan mendemonstrasikan bagaimana cara bekerjanya software manipulasi suara. “Kami akan memohon agar petugas Panitia Pemilih Kecamatan menjelaskan soal ini. Kalau tidak sebagai saksi minimal dimintai keterangan,”kata Patra.
Sementara itu, dari rencana 20 saksi, hanya tujuh saksi tim pasangan nomor tiga, Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki yang bersaksi di depan MK. Mereka di antaranya Dewi Puspasari dan Agus Darmawan yang bersaksi di daerahnya, Jombang, Ciputat, dan Bintaro bahwa ibu lurah setempat melalui ketua kelompok kerja meminta agar warga mencoblos nomor satu.
“Bu lurah bilang ‘satu-satu aku sayang ibu dan akan ada kunjungan ibu Ratu Atut. Menurut saya, itu sudah pengarahan warga untuk memilih nomor satu,” kata Dewi. Saksi Jazuli juga menyebutkan adanya money politics dan perobekan banner dan baliho.
“Kami anggap benar (kesaksian), tapi kebenaran belum berpengaruh kepada hasil pemilu. Yang menerima uang itu belum tentu nyoblos. Itu memang pelanggaran,” kata Mahfud.
Ratusan massa kedua kandidat hingga saat ini menguasai gedung MK. Pendukung Atut berada di ruang sidang dan depan ruang sidang. Mereka berteriak-teriak dan mengenakan atribut kaos dan baju, di antaranya bertuliskan Jangkar dan www.ratuatut.com serta bergambar Atut-Rano Karno.
Sedangkan di luar gedung di tangga dan taman Gedung MK di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, didominasi massa pendukung Wahidin-Irna. Mereka memakai setelan hitam-hitam dan biru.
Demi menjaga keamanan agar pendukung dua kandiat tidak bentrok, maka anggota Brimob bersenjata laras panjang siaga di pinggir jalan. Satu unit barracuda tampak diparkir di depan Gedung RRI, samping kiri gedung MK.