Saksi KPU Provinsi Sulawesi Barat dan Saksi Pasangan Pihak Terkait, Anwar Adnan Saleh-Aladin S Mengga, memberikan keterangan di hadapan Panel Hakim, Jumat (4/4). Para saksi dari kedua pihak itu menyampaikan hal yang sama, yaitu membantah dalil-dalil yang diajukan Pihak Pemohon.
Asmanuddin, Anggota KPU Majene, menjadi saksi KPU Prov. Sulbar pertama yang menyampaikan keterangan di hadapan Panel Hakim yang diketuai M. Akil Mochtar serta beranggotakan Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva. Dalam keterangannya Asmanuddin mengatakan bahwa apabila peristiwa di TPS 3 Desa Lombong, Kec. Malunda, Kab. Majene yang didapati kertas suara sudah ditulisi nama pencoblos di nomor urut dua benar adanya, maka surat suara tergolong surat suara yang tidak sah. Seharusnya, surat suara dicoblos menggunakan alat coblos yang disediakan, bukan dicoblos dengan menggunakan rokok atau sobek.
Saksi KPU Prov. Sulbar berikutnya, yaitu Achmadi Touwe. Anggota KPU Kab. Polewali Mandar itu membantah adanya peristiwa bagi-bagi uang yang dilakukan oleh anggota PPS Desa Lembanan, Kec. Balanipa. ”Peristiwa itu tidak pernah terjadi dan Panwas dan KPU juga tidak pernah mendapat laporan peristiwa itu. Kalau benar, pasti anggota PPS itu akan dijatuhi sanksi pemecatan,” ujar Touwe seraya berjanji meski sampai saat ini di hadapan Panel Hakim Touwe mengaku belum memberikan sanksi tersebut.
Kurniati, Ketua KPPS TPS 01, Kel Binanga mengakui telah terjadi peristiwa pencoblosan sebanyak 11 kali oleh Anggota DPRD Mamuju, Markus Losa. Namun, sebagai bantahan, Kurniati mengatakan perbuatan Maskus dipergoki warga dan bisa digagalkan. ”Sepuluh surat suara dirampas, satu surat suara dikategorikan sebagai surat suara rusak,” jelas Kurniati.
Lebih lanjut, Kurniati menegaskan bahwa 10 surat suara yang dirampas dari Markus dijadikan barang bukti untuk Kepolisian. ”Peristiwa itu sudah dilaporkan ke Panwas sebagai pidana Pemilu. Dan peristiwa itu tidak memengaruhi hasil perhitungan suara pasangan calon,” tukasnya.
Saksi KPU Prov. Sulawesi Barat yang juga anggota KPU Majene, Dulhaj Muchtar membantah mengenai adanya pemilih ganda di Kec. Banggae dan Kec. Banggae Timur. Muchtar mengatakan, di Sulbar, terutama di Banggae dan banggae Timur, sama nama, sama alamat, tetapi belum tentu sama tanggal lahirnya dan tidak diartikan pemilih ganda. ”Di sana, alamat itu bukan alamat rumah, tapi nama daerah. Terus nama juga bisa sama, misalnya Udin, di sana banyak nama begitu,” terang Muchtar.
Saksi Pihak Terkait, Satria Kamal yang juga merupakan adik angkat Aladin mengungkapkan kepada Panel Hakim bahwa Aladin benar bersekolah di SMP Kartika XII-1 Panca Arga Mertoyudan, Magelang. ”Dulu SMP Kartika namanya SMP Ahmad Yani. ”Saya yakin Aladin bersekolah di SMP Kartika, dulunya Ahmad Yani. Dia juga saya yakin tamat bersekolah di SMP itu. Karena dia diangkat anak oleh orang tua saya, jadi saya kenal dia,” tukas Satria meyakinkan hakim.
Sidang Perkara PHPU Prov. Sulbar ditunda dan direncanakan dilanjutan Senin (7/11). (Yusti Nurul Agustin/mh)