Segenap pelajar SMA PGRI III Bogor mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis (3/11) siang, yang diterima langsung oleh Peneliti MK Fajar Laksono Soeroso. Tujuan kunjungan para pelajar tersebut adalah untuk mengenal dekat MK, termasuk di dalamnya mengetahui seluk beluk Hukum Acara MK, hakim konstitusi, serta melihat persidangan MK yang banyak menggelar Pengujian Undang-Undang dan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada).
Dalam kesempatan itu Fajar Laksono Soeroso menerangkan berbagai hal terkait MK. Di antaranya, hakim konstitusi harus seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Dengan demikian, jabatan hakim konstitusi merupakan satu-satunya jabatan politik yang mempersyaratkan negarawan.
“Secara normatif memang tidak ditentukan pengertian negarawan. Tapi negarawan bisa diartikan sebagai orang yang sudah tidak memikirkan lagi materi, kepentingan-kepentingan politik praktis, kecuali mengabdi untuk negara,” jelas Fajar.
Selanjutnya, kata Fajar, MK berkedudukan di ibukota negara, dalam hal ini di Jakarta. Konsekuensinya, Mahkamah Konstitusi tidak memiliki perwakilan di daerah-daerah. Mengenai kedudukan MK ini sesuai dengan undang-undang. Tetapi dalam praktiknya, lanjut Fajar, kedudukan MK di Jakarta tetap menimbulkan kesulitan.
“Kesulitannya apa? Wilayah kerja Mahkamah Konstitusi seluruh Indonesia, bagaimana kalau ada orang daerah ingin berperkara di Mahkamah Konstitusi, apakah harus datang ke Jakarta? Kalau datang ke Jakarta, biayanya mahal dan membutuhkan waktu,” urai Fajar.
Akhirnya, supaya para pencari keadilan dari daerah dapat mengakses ke MK, maka lembaga ini membangun jejaring, kemitraan dengan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia khususnya Fakultas Hukum. Caranya, MK membangun fasilitas video conference di perguruan tinggi dari 33 provinsi di Indonesia.
“Maksudnya, orang daerah yang ingin berperkara di Mahkamah Konstitusi, tidak perlu jauh-jauh datang ke Jakarta. Dia bisa datang ke tempat terdekat, yang memilki fasilitas video conference. Misalnya, orang Papua tidak perlu datang ke Jakarta. Tapi bisa datang ke Universitas Cendrawasih untuk melakukan persidangan jarak jauh melalui video conference,” papar Fajar.
Lebih lanjut Fajar menyampaikan, MK melakukan penegakan keadilan substantif dan menganut penegakan hukum progresif. Artinya, Mahkamah Konstitusi tidak memaknai hukum itu hanya sekadar apa yang ada dalam tulisan, atau yang ada dalam peraturan perundang-undangan.
“Tetapi juga, Mahkamah Konstitusi harus mencari keadilan. Karena bisa jadi aturan tertulis itu tidak adil. Terhadap aturan tertulis tidak adil itulah, Mahkamah Konstitusi bisa menerobos. Kalau hukum tertulis menghambat tercapainya keadilan, maka Mahkamah Konstitusi akan menerobos,” tandas Fajar yang dalam kesempatan itu juga menjelaskan mengenai “ultra petita” kepada para pelajar. (Nano Tresna A./mh)