Lanjutan pemeriksaan perkara nomor 110/PHPU.D-IX/2011 dan perkara nomor 111/PHPU.D-IX/2011 kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi, Rabu (2/11) sore, di Rang Sidang Pleno MK. Perkara terkait pemilihan umum kepala daerah Provinsi Sulawesi Barat ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Muhammad Ali Baal – Tashan Burhanuddin (Perkara No. 110) serta Pasangan Calon Salim S. Mengga – Abdul Jawas Gani (Perkara No. 111).
Pada kesempatan itu, sidang telah mendengarkan tanggapan Termohon dan Pihak Terkait. Selain itu, telah didengarkan pula keterangan dari dua orang ahli dan para saksi dari Pemohon. Ahli yang dihadirkan oleh Pemohon 110 saat itu adalah mantan Hakim Konstitusi H.A.S Natabaya dan Maruarar Siahaan.
Dalam tanggapannya, Termohon, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Barat, melalui kuasanya Abdul Rais, menyatakan, membantah dalil-dalil para Pemohon. Menurutnya, terkait dalil tidak diverifikasinya Pihak Terkait (Pasangan Calon Anwar Adnan Saleh – Aladin S. Mengga) saat pencalonan adalah tidak benar. “Termohon sudah melakukan verifikasi dan klarifikasi kepada Calon Gubernur Anwar Adnan Saleh sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Selain itu, kata dia, dalam hal ini Termohon tidak berwenang menilai apakah ijazah yang diajukan oleh pasangan calon tersebut sah atau tidak. “Sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Sedangkan terhadap dalil adanya selisih suara, menurutnya, meskipun itu ada, namun hal itu merupakan kekeliruan petugas Kelomok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Dan, fakta ini hanyalah sampel saja, tidak terjadi di seluruh penghitungan. Jadi, menurutnya, bukti tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian yang menunjukkan adanya pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif. Terhadap dalil-dalil lainnya, yang diajukan oleh Pemohon Perkara No. 111, kuasa hukum Termohon, Mansyuri, menegaskan, juga menolak seluruhnya.
Adapun Kuasa Hukum Pihak Terkait, Amirullah Tahir, juga menyatakan menolak seluruh dalil para Pemohon. Menurutnya, tudingan-tudingan Pemohon hanyalah sebuah black campaign yang berlanjut hingga sekarang sampai di persidangan MK. “Asumsi berbau fitnah,” imbuhnya. Ia juga menyatakan bahwa Pemohn tidak bisa memberikan fakta-fakta konkrit yang menunjukkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran selama Pemilukada di Prov. Sulbar.
Kejujuran
Dalam keterangannya, para ahli dari Pemohon Perkara No. 110 menyatakan bahwa prinsip kejujuran dalam penyelenggaraan Pemilukada merupakan prinsip yang tak dapat ditawar-tawar. Karena, asas dalam penyelenggaraan Pemilu adalah langsung, umum, bersih, jujur dan adil. Jadi, sudah seharusnyalah KPU Prov. Sulbar melakukan verifikasi secara sungguh-sungguh sehingga ketidakjujuran terkait ijazah pendidikan bisa diketahui dan tidak ada peluang bagi calon untuk mencalonkan diri dengan ijazah (atau surat keterangan lulus) yang tidak sah atau asli. “Instrumen rekrutmen harus jurdil,” ungkap Maruarar.
Maruarar menegaskan, dalam melakukan verifikasi, KPU memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap ijazah atau persyaratan administratif yang diserahkan oleh para pasangan calon. “Dia (KPU) harus menilai. Itulah substansi dari verifikasi,” ucapnya. “Kejujuran harus jadi landasan.”
Natabaya berpendapat, palsu atau tidak palsu memang adalah urusan pengadilan umum, namun dalam konteks Pemilukada maka tidak hanya bersinggungan dengan hukum (pidana) saja, melainkan sudah bersentuhan pula dengan ranah politik. “Ini adalah persoalan politik, maka penilaiannya adalah politik,” katanya. “Kejujuran disini menjadi penilaian, karena mereka (para calon kepala daerah) akan jadi pemimpin daerah.”
Sementara itu, saksi-saksi yang dihadirkan oleh Pemohon, menjelaskan terkait ketidakjelasan kelulusan Calon Wakil Gubernur Aladin S. Mengga pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hadir saat itu tiga Kepala Sekolah SMP Kartika (salah satu masih menjabat sebagai kepala sekolah), yang dianggap merupakan SMP dimana Aladin pernah bersekolah. Menurut salah satu saksi, Supriyanto, mengakui bahwa memang ada nama Aladin pada Buku Induk SMP tersebut, namun pada Buku Induk itu hanya ada nama Aladin tanpa ada keterangan lainnya. Termasuk identitas dan kapan Aladin lulus. “Tidak ada foto, alamat, tanggal lahir, atau nama orang tua,” tuturnya. (Dodi/mh)