Mahkamah Konstitusi diwakili Peneliti sekaligus Staf Ketua MK Fajar Laksono dan Pustakawan MK Hanindyo menerima kunjungan Peserta Diklat Calon Pustakawan Tingkat Ahli Perpustakaan Nasional RI, Rabu (2/11). Sebelum melihat-lihat perpustakaan MK, para peserta diklat mendapat pendalaman materi seputar MK dan perpustakaannya dari Fajar dan Hanindyo secara bergantian.
Fajar yang mendapat kesempatan pertama memaparkan materi seputar MK, menjelaskan mengenai tugas MK, yakni dalam menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan konstitusi. ”Beda dengan pengadilan umum yang mengadili perkara-perkara konkrit, MK hanya menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan konstitusi,” ujar Fajar.
Selanjutnya Fajar menjelaskan, bahwa MK terbentuk setelah dilakukan amandemen konstitusi ketiga. Pendirian MK saat itu dilakukan untuk menjamin tegaknya konstitusi dan supremasi hukum. Setelah amandemen itu juga menyebabkan kedudukan lembaga negara sejajar, tidak ada yang memiliki posisi lebih tinggi seperti halnya sebelum amandemen dilakukan.”Tidak ada (lembaga negara, ed) yang kewenangannya lebih, semua sama,” ujar Fajar.
Sesuai kewenangan konstitusi juga, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan MK yaitu berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum. Sedangkan satu kewajiban yang diamanatkan oleh konstitusi untuk MK lakukan adalah wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden atau wakil presiden.
Mengenai komposisi hakim konstitusi, Fajar menjelaskan kepada para Pustakawan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia itu bahwa terdapat sembilan orang hakim konstitusi yang kesemuanya merupakan negarawan. ”Dari sembilan hakim konstitusi itu semuanya adalah seorang negarawan seperti yang disyaratkan. Kesembilan hakim konstitusi terdiri dari tiga orang berasal dari pemerintah atau presiden, tiga orang dari Mahkamah Agung, dan tiga orang dari DPR,” jelas Fajar.
Fajar kemudian menegaskan, meski para hakim konstitusi berasal dari tiga sumber kekuasaan yang berbeda, sudah tidak lagi memiliki hubungan dan kepentingan terhadap lembaga yang sebelumnya menaungi mereka. ”Independensi dan imparsialitas para hakim konstitusi tetap terjaga meski mereka berasal dari tiga sumber kekuasaan di Indonesia. Sebab, setelah selesai mengucapkan sumpah saat diangkat sebagai hakim konstitusi mereka langsung memutus hubungan personal maupun fungsional dari organisasi yang menaungi mereka sebelumnya,” tegas Fajar.
Perpustakaan MK
Hanindyo yang mendapat kesempatan terakhir memaparkan bahwa MK saat ini memiliki 3 lantai perpustakaan, yaitu lantai 5, lantai 6, dan lantai 16. Untuk lantai 5 dan 6 dapat digunakan oleh pengunjung dari manapun, termasuk para pegawai MK dan masyarakat luas yang berminat terhadap buku-buku hukum. ”Tapi yang di lantai 16 itu khusus untuk para hakim kalau sedang melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Nanti ada petugas kami satu orang yang akan menemani para hakim untuk membantu menyediakan buku-buku yang diperlukan sebagai sumber rujukan,” ujar Hanindyo.
Hanindyo kemudian menegaskan fungsi utama perpustakaan MKRI adalah sebagai supporting system dalam penyedia literatur bagi hakim konstitusi guna menghasilkan putusan yang berkualitas.
Sampai saat ini prpustakaan MKRI memiliki 7.243 judul buku, 16.707 eksemplar buku, 164 judul e-book, 7 judul majalah, 17 koran, semua putusan MK yang sudah dibukukan, dan tesis serta disertasi. (Yusti Nurul Agustin/mh)