Dua permohonan atas perselisihan hasil pemilihan umum kepada daerah Kabupaten Pringsewu ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi, Jumat (28/10), di ruang sidang Pleno MK. “Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua Pleno Hakim Achmad Sodiki dalam sidang pembacaan putusan.
Dua permohonan tersebut diajukan oleh dua pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Pringsewu. Mereka adalah pasangan calon nomor urut tiga, Abdullah Fadri Auli - Tri Prawoto (perkara nomor 100/PHPU.D-IX/2011) dan pasangan calon nomor urut dua, Ririn Kuswantari - Subhan Efendi (perkara nomor 101/PHPU.D-IX/2011). Adapun sebagai Pihak Terkait adalah pasangan calon terpilih, Sujadi dan Handitya Narapati.
Dalam Putusan No. 100, menurut Mahkamah pokok permohonan tidak tepat dan tidak beralasan menurut hukum. Sebelumnya, Pemohon mendalilkan bahwa hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dihasilkan dari suatu proses Pemilu yang bertentangan dengan asas Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber dan Jurdil) karena suara yang diperoleh oleh pemenang didasarkan pada tekanan dari rasa takut yang luar biasa dan berkuasanya politik uang. Menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut bersifat umum karena Pemohon tidak menjelaskan secara rinci mengenai pelanggaran terhadap asas Pemilu yang bersifat Luber dan Jurdil sebagaimana yang didalilkan.
“Selain itu, Pemohon juga tidak mengajukan bukti, baik surat/tulisan ataupun keterangan saksi yang berkaitan adanya pelanggaran terhadap asas Pemilu yang Luber dan Jurdil,” ujar Mahkamah.
Sedangkan terhadap dalil bahwa adanya upaya-upaya untuk memenangkan Pihak Terkait dengan menggunakan aparat pemerintahan, menurut Mahkamah, diduga kuat benar adanya. “Sekalipun Pihak Terkait membantah dalil Pemohon a quo, namun bukti P-6 merupakan bukti yang tidak terbantahkan mengenai adanya perencanaan yang menggunakan aparat pemerintahan untuk pemenangan Pihak Terkait,” tegas Mahkamah.
Namun, lanjut Mahkamah, MK harus pula menilai lebih lanjut mengenai unsur pelanggaran yang lain yang bersifat terstruktur dan masif, serta kebenaran alat bukti. “Bahwa Pemohon, selain mengajukan bukti P-6 berupa CD yang telah ditranskrip, juga mengajukan bukti P-7 berupa nama-nama Tim Sukses Pihak Terkait yang antara lain terdiri dari Kepala Pekon. Setelah mencermati bukti a quo, Mahkamah tidak dapat meyakini bukti tersebut karena bukti a quo tidak ada tanda tangan dan stempel dari pihak yang membuatnya, sehingga bukti P-7 tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” tulis Mahkamah.
Selain itu, tidak dapat diketahui apakah pembicaraan (rencana pemenangan Pihak Terkait) tersebut dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian, menurut Mahkamah, rangkaian peristiwa terjadinya pelanggaran terputus.
Fakta tersebut diperkuat oleh saksi Pemohon bernama Sugeng Pramono yang dengan tegas mengatakan tidak menjalankan perintah Sekda untuk mengarahkan pemilih supaya memilih ataupun memenangkan Pihak Terkait. “Dengan demikian menurut Mahkamah unsur pelanggaran yang yang lain yang bersifat tersruktur dan masif tidak terbukti menurut hukum.”
Terkait mengenai pemalsuan tanda tangan saksi, sambung Mahkamah, hal tersebut bukan merupakan kewenangan Mahkamah untuk memprosesnya, melainkan kewenangan dari peradilan lain.
Sementara itu, dalam Putusan No. 101, Mahkamah menilai bahwa Termohon telah melakukan sosialisasi dan pendistribusian C-6 sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan bahwa surat-surat yang diterbitkan oleh Termohon secara substansi tidak bertentangan dan tidak mengindikasikan menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. “Selain itu Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa sejumlah pemilih atau warga masyarakat Pringsewu yang kehilangan hak pilihnya karena tidak mendapatkan Model C-6 dipastikan akan memilih Pemohon,” imbuh Mahkamah.
Selain itu, Mahkamah berpandangan, Pemohon juga tidak dapat membuktikan keterkaitan antara pertemuan-pertemuan dan agenda wisata dengan agenda pemenangan Pihak Terkait dalam bentuk kampanye terselubung, praktik money politic dan pengarahan kepada aparat-aparat pemerintah daerah untuk memenangkan Pihak Terkait.
Terkait dalil Pemohon lainnya, yaitu adanya surat pernyataan tidak mencoblos bagi PNS Kabupaten Pringsewu, terkait pengumuman oleh Desk Pemilukada di media massa dan pemberian ucapan selamat dari pemerintah daerah kepada Pihak Terkait, menurut Mahkamah, merupakan dalil-dalil yang tidak relevan dengan dalil-dalil pelanggaran Pemilukada yang dapat mempengaruhi perolehan suara Pemohon. (Dodi/mh)