Landasan Hukum Pemilukada Aceh Dipersoalkan
Kamis, 27 Oktober 2011
| 13:47 WIB
Tahapan Pemilukada Aceh tidak sesuai dengan otonomi khusus, yaitu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Selain itu juga tidak sesuai dengan Qanun Pemilukada. “Qanun yang lama itu kan tidak bisa dipergunakan lagi karena telah terjadi perubahan dua kali.”
Demikian dikatakan Mukhlis, kuasa Pemohon, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Rabu (26/10/2011). Persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi terdiri dari Harjono (Ketua Panel), didampingi Muhammad Alim dan Anwar Usman.
Sidang untuk perkara nomor 108/PHPU.D-IX/2011 mengenai sengketa Pemilukada Aceh ini diajukan oleh H.T.A. Khalid dan Fadhlullah. Khalid dan Fadlullah adalah Bakal Calon Gubernur Aceh dan Bakal Calon Bupati Kab. Pidie. Keduanya merupakan bakal calon yang berangkat dari jalur independen.
Akibat terjadinya konflik regulasi terhadap pelaksanaan Pemilukada Aceh, maka Pemohon menunggu kepastian hukum dari Presiden terhadap pelaksanaan Pemilukada Aceh. Namun Komisi Independen Pemilihan (KIP Aceh) tetap melanjutkan tahapan Pemilukada sehingga membuat Pemohon tidak dapat mengikuti Pemilukada Aceh. “Padahal menurut Undang-Undang Pemerintahan Aceh jelas disebutkan bahwa pilkada di Aceh itu berdasarkan Qanun,” dalil Mukhlis.
Dalam pokok permohonan (petitum), Khalid dan Fadlullah meminta Mahkamah membatalkan Surat Keputusan KIP Aceh No. 1 Tahun 2011 jo SK No. 11 Tahun 2011 jo SK No.17 Tahun 2011 mengenai tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilukada Aceh. Kemudian memerintahkan KIP Aceh untuk menjadwalkan ulang Pemilukada Aceh dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Nur Rosihin Ana/mh)