Kuasa Hukum Pemohon dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, M. Maulana Bungaran, menyatakan pihaknya telah melakukan perbaikan pada permohonannya. “Antara posita dan petitum telah sama,” katanya, dalam sidang Pemeriksaan Perbaikan Permohonan perkara No. 51/PUU-IX/2011, Selasa (4/10) di ruang sidang Pleno MK. Pada kesempatan itu, hadir pula salah satu Pemohon Prinsipal, FX. Arief Poyuono.
Selain itu, ia mengungkapkan, juga telah memperbaiki beberapa penjelasan dan penjabaran, terutama berkenaan dengan dasar argumentasi tentang korelasi antara sistem jaminan social nasional dengan Hak Asasi Manusia. “Telah dicantumkan pula berbagai pengertian asuransi serta istilah-istilah asuransi,” ungkapnya. “Sehingga dapat dibedakan antara jaminan sosial dengan asuransi sosial.”
Tidak hanya itu, terkait pengujian kali ini, Pemohon Prinsipal Arief Poyuono, mengharapkan kepada Mahkamah untuk mempercepat penyelesaian pengujian atas UU SJSN ini. “Apabila UU BPJS nanti jadi, maka itu bukan seperti apa yang kita harapkan,” tuturnya. “Menurut kami, sangat bertentangan dengan hak konstitusional rakyat Indonseia,” lanjutnya.
Hal itu langsung ditanggapi oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi. Menurut Fadlil, pada prinsipnya, Mahkamah pun memiliki keinginan yang sama. Namun, cepat atau tidaknya penanganan perkara, juga tergantung pada kesiapan para pihak, khususnya terkait pembuktian nantinya. “Bergantung pada pengujian yang lain juga,” imbuhnya.
Selain perkara ini, juga terdapat permohonan lainnya yang juga menguji UU yang sama. Oleh karena itu, Fadlil pun kemudian menyarankan kepada Pemohon untuk berkoordinasi dan bersinergi dengan Pemohon lainnya dalam rangka mengakselerasi penanganan perkara pengujian UU SJSN.
Adapun dalam persidangan sebelumnya, Rabu (7/9), Pemohon menjelaskan bahwa pihaknya melakukan pengujian terhadap 18 pasal dalam UU SJSN, yakni Pasal 17, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal, 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 serta Pasal 46 UU SJSN. Menurut Pemohon, pengaturan sistem jaminan sosial dalam UU SJSN diatur dengan sistem asuransi nasional sebagaimana disebutkan dalam pasal-pasal tersebut. Pemohon menegaskan, terdapat dua perbedaan besar antara sistem jaminan sosial nasional dengan sistem asuransi nasional.
“Dalam permohonan, kami menjelaskan bahwa jaminan sosial nasional merupakan bagian dari hak konstitusi dan HAM, karena dalam konstitusi, sistem jaminan sosial diatur dalam bab mengenai hak asasi manusia. Sementara asuransi adalah hubungan keperdataan yang menimbulkan antara hak dan kewajiban antara penanggung dan tertanggung yang memberikan manfaat dan premi. Hak dalam asuransi bukan hak konstitusi atau HAM, melainkan hak karena premi maupun hubungan keperdataan. Oleh karena itu, UU SJSN yang mengatur sistem jaminan sosial menjadi asuransi nasional, menurut kami telah menghilangkan hak pemohon untuk mendapatkan hak jaminan sosial nasional,” urai salah satu kuasa hukum Pemohon, Habiburokhman. (Dodi/mh)