MK Kabulkan Uji UU Sisdiknas
Selasa, 25 Oktober 2011
| 14:08 WIB
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap UUD 1945, Kamis (29/9) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan ini diajukan oleh Yayasan Salafiyah Pekalongan dan Yayasan Santa Maria Pekalongan itu juga mendapat pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dari Hakim Konstitusi Harjono.
Ketua MK Moh. Mahfud MD berkesempatan membacakan sendiri konklusi dan amar putusan Mahkamah kali ini. Di dalam konklusi Mahkamah, Mahfud membacakan berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum Mahkamah berkesimpulan bahwa dalil-dalil para Pemohon berdasar dan beralasan hukum untuk sebagian.
Mahfud kemudian melanjutkan membaca amar putusan Mahkamah. ”Amar Putusan. Mengadili, m enyatakan. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Kata ‘dapat’ dalam Pasal 55 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kalau dimaknai berlaku bagi jenjang pendidikan dasar yang berbasis masyarakat,” ujar Mahfud membacakan salah satu amar putusan Mahkamah.
Putusan Mahkamah selanjutnya masih pada kata ‘dapat’ dalam Pasal 55 ayat (4) UU tentang Sisdiknas. Kata ’dapat’ dalam pasal tersebut diputuskan Mahkamah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kalau dimaknai berlaku bagi jenjang pendidikan dasar yang berbasis masyarakat.
Dissenting Opinion
Kata ’dapat’ dalam Pasal 55 ayat (4) UU Sisdiknas dipandang berbeda oleh Hakim Konstitusi Harjono. Dissenting Opinion Harjono didasari Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan“. Menurut Harjono, Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 itu tidaklah dimaknai negara harus menyediakan bangunan gedung sekolah untuk seluruh warga negara tanpa batasan umur dari jenjang terendah sampai tertinggi dan dari jenis pendidikan apapun.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 Pasal 13 ayat (2) menurut Harjono telah menguraikan dengan jelas apa yang menjadi kewajiban negara dalam bidang pendidikan. “Dalam ayat 103(4) Pasal tersebut dinyatakan bahwa tidak ada satu bagian pun dalam Pasal ini yang dapat ditafsirkan mengganggu kebebasan individu dan badan-badan untuk mendirikan dan mengatur lembaga-lembaga pendidikan, asalkan selalu memenuhi prinsip-prinsip yang tercantum dalam ayat (1) pasal ini dan dengan syarat bahwa pendidikan yang diberikan dalam lembaga-lembaga itu memenuhi standar minimal yang ditetapkan oleh negara,” jelas Harjono.
Ketentuan UUD 1945 lainnya yang berkaitan langsung dengan perkara a quo adalah Pasal 31 ayat (2). Dalam pasal tersebut dinyatakan ”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.“ Ketentuan itu menurut Harjono memiliki arti warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar. Artinya, seseorang warga negara diminta untuk melaksanakan kewajibannya yaitu wajib belajar dan dapat secara suka rela melaksanakan kewajiban itu tanpa bergantung kepada negara untuk membiayainya.
“Apabila sebuah lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat menolak untuk menerima bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain dari pemerintah karena ternyata dapat menyediakan biaya pendidikan secara mandiri, maka hal demikian tidaklah merupakan pelanggaran konstitusional terhadap Pasal 31 ayat (2) UUD 1945. Dalam kenyataannya banyak lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat yang memerlukan bantuan dari pemerintah. Sementara itu terdapat pula lembaga pendidikan yang telah mampu untuk mandiri. Dengan dihapusnya kata ’dapat’ pada Pasal yang dimohonkan oleh Pemohon akan menyebabkan semua lembaga pendidikan berbasis masyarakat wajib menerima bantuan dari pemerintah, hal demikian justru akan menyebabkan bantuan yang diterima oleh lembaga pendidikan berbasis masyarakat akan semakin berkurang karena dana yang tersedia sesuai dengan kemampuan pemerintah akan dibagi kepada semua lembaga pendidikan berbasis masyarakat,” ujar Harjono menjelaskan penolakannya terhadap permohonan Pemohon. (Yusti Nurul A./mh)