Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Sarmi Perkara No. 105, 106, dan 107/PHPU.D-IX/2011, di Ruang Sidang MK, Rabu (19/10). Dalam kesempatan ini, Pemohon Berthus Kyeu-Kyeu dan Isak S. Wersemetawar dalam Perkara No. 106 mengatakan dalam permohonannya bahwa dirinya keberatan terhadap hasil rekapitulasi perhitungan suara hasil Pemilukada tertanggal 30 September 2011. Rekapitulasi perhitungan surat suara yang dilakukan oleh Termohon telah melanggar hukum.
“Disababkan Termohon tidak memberikan salinan formulir C-1 KWK KPU, DA-1 KWK KPU, dan BB-1 KWK KPU kepada saksi dari Pemohon di rapat pleno tingkat TPS, tingkat distrik, dan tingkat kabupaten. Bahkan pada pleno rekapitulasi penghitungann suara tingkat distrik Termohon tidak mengikutsertakan Pemohon, incasu saksi di tingkat distrik untuk menyaksikna pleno tersebut kecuali di distrik Bongo,” tutur Pemohon.
Di depan majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Akil Mochtar, didampingi oleh Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai anggota, Pemohon juga mengatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan Termohon dalam menetapkan syarat dukungan partai politik kepada pasangan calon No. urut 4 dengan menggunakan partai politik yang telah mendukung Pemohon dan pasangan calon yang lainnya.
“Sehingga terdapat dukungan partai politik ganda yang mengakibatkan pasangan calon No. urut 4 lolos dalam menjadi calon peserta. Kemudian pasangan tersebut juga bisa memenangkan Pemilukada Kabupaten Sarmi,” jelas Pemohon melalui kuasa hukumnya Heru Widodo.
Hal senada disampaikan oleh Korneles Melky Daufera dan Adrian Roy Senis selaku Pemohon Perkara No. 105. dalam permohonananya Pemohon mengatakan bahwa pihaknya merasa keberatan terhadap keputusan KPU Kabupaten Sarmi selaku Termohon dalam penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilukada Kabupaten Sarmi tahun 2011. “Termohon telah melanggar prosedur rekapitulasi pemilihan suara sebagaimana diatur pasal 25 ayat 3peraturan KPU No. 73 tahun 2009 tentang pedoman tata cara pelaksanaan rekapitulasi hasil perolehan suara pemilukada Kab. Sarmi,” papar Pemohon.
Sementara Pemohon George Weyasu dan Nicanor Dimo dalam Perkara No. 107 mengatakan bahwa perbuatan dan pelipatan kertas suara dilakukan oleh Termohon dalam proses Pemilukada, jelas sangat merugikan Pemohon. Dikarenakan apa yang dilakukan oleh Termohon bertentangan dengan ketentuan Peraturan KPU 17 tahun 2010 tentang perubahan KPU nomor 66 tahun 2009, pasal 7 ayat (4) dan (5) tersebut. Dalam hal ini, Pemohon ditempatkan tersendiri di pojok kertas suara sebelah kiri paling bawah.
“Sehingga, kalau kertas suara dibuka oleh pemilih pada waktu di dalam bilik TPS, nomor dan nama Pemohon tidak kelihatan dan yang kelihatan hanya No. urut 4 (empat) beserta pasangan calon yang lain,” urai Pemohon. Sememtara itu, Pemohon juga menambahkan bahwa Termohon selaku Ketua KPU sudah jelas tidak independen dan tidak jujur dalam melaksanakan tahapan pemilukada kebupaten sarmi. “Disebabkan Termohon disaat menjabat ketua KPU, juga menjadi pengurus Partai Perjuangan Indonesia Baru yang mengusung No. urut 4,” jelasnya.
Dalam akhir penyampainnya, majelis Hakim Konstitusi akan membuka sidang kembali untuk mendengarkan jawaban Termohon dan Pihak Terkait. “Jadi kita tundah besok persidangan ini, untuk mendengarkan jawaban Termohon dan Pihak Terkait,” ucap Akil Mochtar selaku pimpinan sidang. (Shohibul Umam/mh)