Jakarta, MK Online - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat (final and binding) diuji di persidangan MK, Kamis (13/10/2011). Uji materi Pasal 10 ayat (1) UU 8/2011 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) ini diajukan oleh diajukan Salim Alkatiri, seorang dokter di Pulau Buru dan staf ahli di Pemda Kabupaten Hulu Selatan, Provinsi Maluku.
Pasal 10 ayat (1) UU 8/2011 UU MK berbunyi: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembubaran partai politik; dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”
Pasal tersebut, menurut Salim, bertentangan dengan Pasal 28I Ayat (2), dan Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945. Salim mendalilkan, putusan MK yang bersifat final menutup peluangnya untuk menempuh jalur hukum lain. Salim menganggap putusan final mengandung diskriminasi. Dia membandingkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang bertingkat mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Kasasi di MA. Selain itu ada upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). “Inikan diskriminatif. Dua instansi ini adalah instansi yang sama. MeNgapa ada satu, ada peninjauan kembali, satu tidak ada peninjauan kembali?” dalil Salim.
Putusan final MK merugikannya karena menutup peluangnya untuk mengikuti Pemilukada Kabupaten Buru Selatan. Pasangan Salim Alkatiri-La Ode Badwi tidak lolos verifikasi antara lain karena Salim pernah dijatuhi pidana selama dua tahun penjara karena melakukan tindak pidana korupsi yang ancaman hukumannya di atas lima tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Sidang pendahuluan perkara Nomor 69/PUU-IX/2011 ini dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi Anwar Usman, sebagai Ketua, didampingi Hakim Konstitusi Achmad Sodiki dan Hakim Konstitusi Muhammad Alim. Menanggapi permohonan Salim, Achmad Sodiki menyatakan, wewenang MK untuk mengadili tingkat pertama dan terakhir, putusannya final untuk menguji UU, adalah bunyi Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945. “Mahkamah itu tidak berwenang mengubah Undang-Undang Dasar, yang mengubah itu adalah MPR. Maka, yang sebaiknya usulan itu disampaikan pada MPR. Pasal 24C ayat (1) itu harus dirubah sesuai dengan isi permohonan Pemohon,” saran Sodiki. (Nur Rosihin Ana/mh)