Jakarta, MK Online - Permohonan uji Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dinyatakan tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi. “Mahkamah tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (13/10) di ruang sidang Pleno MK.
Mahkamah berpendapat, Pasal 27 ayat (1) UU Dana Pensiun sama sekali tidak mengatur tentang manfaat pensiun, sebagaimana dipersoalkan oleh para Pemohon. Dalam hal ini, para Pemohon menginginkan agar manfaat pensiun didasarkan kepada lamanya masa kerja, besarnya gaji pokok dan pangkat. Jadi tidak seperti yang tertuang dalam Surat Direktur Utama P.T. Telkom Nomor 485/PS.560/SDM-30/2004, tanggal 30 Juni 2004, yang merupakan implementasi Pasal 27 ayat (1) UU Dana Pensiun tersebut.
“Oleh karena yang dipermasalahkan para Pemohon adalah SK Direktur Utama yang bukan merupakan Undang-Undang maka Mahkamah tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo,” tegas Mahkamah.
Bertindak sebagai Pemohon dalam perkara nomor 25/PUU-IX/2011 ini adalah Hasanuddin Shahib, Kusnendar Atmosukarto, dan Suharto. Mereka bertiga adalah pensiunan PT. Telkom. Mereka menguji Pasal 27 ayat (1) UU Dana Pensiun. Pasal ini menyatakan, "Peserta yang pensiun pada usia pensiun normal atau setelahnya, berhak atas manfaat pensiun yang dihitung berdasarkan rumus pensiun yang berlaku bagi kepesertaannya sampai saat pensiun".
Sebelumnya, menurut para Pemohon, mereka telah dirugikan oleh adanya Surat Dirut. PT. Telkom bertanggal 30 Juni 2004 yang membuat rumusan manfaat pensiun dengan membagi penerima pensiun menjadi tiga kelompok yang satu sama lain ada perbedaan yang sangat menyolok. “Sehingga menimbulkan kondisi diskriminatif dan ketidakadilan di antara penerima pensiun khususnya yang pensiun sebelum bulan Agustus 2000,” kata Pemohon.
Selain itu, menurut para Pemohon, pasal tersebut juga telah memberi peluang dan berpotensi terjadi kesewenangan dan ketamakan. Mereka berkesimpulan, ketentuan tersebut setidaknya bertentangan dengan Pasal Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. (Dodi/mh)