Jakarta, MK Online - Perlu adanya pembatasan ketat dalam syarat menjatuhkan talak bagi para suami agar tidak terjadi kesewenangan terhadap perempuan (istri). Hal ini disampaikan oleh Ahli Pemohon Ketua Umum Yayasan Puan Amal Hayati Sinta Nuriyah Wahid dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 1 tentang Perkawinan pada Selasa (11/10), di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang perkara yang diregistrasi oleh Kepaniteraan MK dengan Nomor 38/PUU-IX/2011 ini dimohonkan oleh Halimah Agustina binti Abdullah Kamil.
“Mudahnya menjatuhkan talak dapat menyebabkan timbulnya kemaksiatan. Talak boleh dilakukan sepanjang memberi kemaslahatan dan tidak menjadikan perceraian sebagai kontrol agar hak para suami tersebut tidak dipergunakan sembarangan dan semena-mena,” urai Sinta di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD.
Selain itu, Sinta mengungkapkan perlu adanya telaah mendalam mengenai Pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan. Menurut Sinta, dalam menjatuhkan talak, seorang suami juga harus mementingkan martabat istrinya. “Pembatasan yang ketat perlu dilakukan terhadap aturan menjatuhkan talak. Hal itu agar lelaki tukang cicip dan suka menjatuhkan talak tidak bisa melakukan legitimasi dengan menggunakan pasal a quo. Jika pasal ini tetap diabaikan, maka akan mengabaikan usaha suami-istri dalam memperbaiki perselisihan,” jelasnya.
Dalam sidang beragendakan mendengar keterangan ahli Pemohon ini, Mahfud MD selaku Ketua Majelis Hakim memberikan pemohon untuk mengajukan Ahli Pemohon pada sidang terakhir yang akan digelar pada 20 Oktober mendatang. “Majelis memberi kesempatan terakhir, hari Selasa untuk sidang lagi tanggal 20 Oktober 2011, pukul 10.00 WIB, dengan acara mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon. Ya, jadi kalau nanti tidak ada lagi, kita akan cukupkan persidangan untuk Perkara ini,” jelasnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan bahwa Ketentuan Pasal 39 ayat (2) huruf f Perkawinan dipandang merugikan hak konstitusional Pemohon seperti yang dijamin di dalam konstitusi terutama Pasal 28D ayat (1). Pemohon menyatakan Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f Undang-Undang Perkawinan, tidak mengatur hal penyebab perselisihan dan pertengkaran suami-istri yang terus-menerus. (Lulu Anjarsari/mh)