Jakarta, MK Online - Pemohon pengujian undang-undang (PUU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Andriyani, menyatakan bahwa permohonannya telah diperbaiki. Hal ini diungkapkan oleh Andriyani kepada Panel Hakim yang diketuai oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, dalam sidang perbaikan permohonan, Senin (10.10) pagi, di Ruang Sidang Panel MK. Pemohon hadir tanpa didampingi kuasa hukum.
Menurutnya, telah dilakukan perbaikan pada dua hal, yakni terkait legal standing (hak gugat) Pemohon dan memperjelas uraian terkait kepastian hukum. “Telah menyesuaikan legal standing sebagaiamana dimaksudkan dalam Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005,” katanya.
Meskipun begitu, menurut Akil, masih ada beberapa kekurangan dalam perbaikannya itu. “Kerugian konstitusionalnya belum diuraikan,” ungkapnya. Namun, kesempatan memperbaiki sudah tak ada lagi, maka hal itu akan menjadi pertimbangan hakim.
Dalam permohonannya, Pemohon menguji Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan. Ketentuan tersebut berbunyi, “(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut: … c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih.”
Menurut Pemohon, kerugian konstitusional yang dideritanya bermula dari tidak diterimanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diajukan pihaknya oleh Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial Jakarta. Alasan PPHI Jakarta saat itu, kata dia, karena perusahaan telah membayar upah pekerja tepat waktu, meskipun sebelumnya telah telat membayar upah selama 18 bulan. “Sejak Juni 2009 sampai November 2010,” ungkapnya.
Pemohon berpandangan, ketentuan tersebut telah diartikan secara sempit oleh PPHI Jakarta. Sehingga, menurutnya, penafsiran seperti itu telah mengakibatkan kerugian konstitusional dirinya, terutama terkait hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum seperti diatur dalam Pasal 28D ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, Pemohon berpendapat, meskipun aturan itu sudah tepat, namun dalam pelaksanaannya dapat ditafsirkan lain yang berakibat melanggar hak konstitusional seorang pekerja. (Dodi/mh)