Mahkamah Konstitusi menggunakan berbagai macam metode atau multi metode setiap mengambil putusan. Oleh sebab itu, dengan menggunakan berbagai metode tersebut, sebenarnya MK sudah melakukan apa yang dikehendaki oleh Pancasila. Demikian yang disampaikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion dengan tema ”Reformasi Penegakan Hukum di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Rabu (12/10), di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta.
Pancasila, menurut Mahfud MD, tidak pernah ke salah satu teori atau metode, dan tidak ke salah satu negara, serta tidak juga ke sosialis, kapitalis, komunis, maupun liberalis. ”Pancasila itu kan intinya adalah manusia, memulyakan Pancasila berarti memanusiakan manusia. Jadi Indonesia yang menganut sistem Pancasila itu tidak ikut ke sana ke sini, tetapi mengambil segi-segi baiknya,” tutur Mahfud.
Mahfud MD juga mengatakan bahwa MK dibentuk untuk menegakkan konstitusi dengan tujuan konstitusi bisa ditegakkan dengan baik sesuai dengan maksud dan tujuan konstitusi, terutama mengawal konsistensi terhadap peraturan perundang-undangan, baik peraturan tingkat pusat maupun peraturan tingkat daerah. ”Itu sebabnya MK dikatakan sebagai pengawal konsitusi,” jelas Mahfud.
Di samping itu, Mahfud MD juga mengatakan bahwa ada banyak pandangan terhadap konstitusi hasil perubahan. Ada yang mengatakan bagus, ada juga yang mengatakan buruk. ”Tetapi bagi MK, apapun isi konstitusi harus dianggap sebagai konstitusi yang benar. Dan, MK tidak pernah mempersoalkan konstiusi itu benar atau salah, pokoknya yang berlaku sekarang itu adalah benar,” tegasnya.
Jika ada yang berpendapat bahwa konstitusi tersebut jelek sehingga harus diubah, kata Mahfud MD, maka harus diubah oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau lembaga yang berwenang untuk itu, kemudian MK kembali mengikuti hasil perubahan itu. ”Mengapa begitu, karena MK tidak mau terlibat dalam persoalan UUD 1945 yang benar ataupun yang salah. Pokoknya yang berlaku itu akan dikawal oleh MK,” urainya.
Di samping berbicara kedudukan MK dalam mengawal konstitusi, Mahfud MD juga mengatakan bahwa dalam UUD 1945, MK mempunyai empat wewenang, dan satu kewajiban yaitu, menguji Undang-Undang(UU) terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sementara kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Menanggapi pertanyaan dari salah satu peserta terkait dengan apakah MK tidak pernah memutus kasus-kasus konkrit? Manurut Mahfud, banyak kasus konkrit diputus oleh MK, tetapi tidak dalam Pengujian UU. Karena kasus konkrit tersebut berkenaan dengan kasus Pemilihan Umum, dan semua konkrit. ”Oleh karena itu, MK tidak pernah memutus kasus konkrit terkait dengan judicial review, tidak pernah, dan tidak boleh,” ucapnya.
Gayus Lumbuun, selaku peserta diskusi, menanyakan terkait perkara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Dimana kasus konkritnya?” tanyanya. Mahfud MD menjawab bahwa kasus KPK sudah dibatalkan. Dalam hal ini, dalam peraturan perundang-undangan kalau ada komisioner telah meninggal atau berhenti, segera diganti. Tetapi dalan UU tidak disebutkan termasuk kalau pengganti tersebut melanjutkan atau tidak itu tidak jelas. ”Tetapi di dalam Pasal lain disebutkan anggota KPK 4 (empat) tahun menjabat,” ucap Mahfud.
Kemudian Mahfud MD mencontohkan dalam kasus itu adalah Busyro Muqoddas selaku Ketua KPK. Dalam kasus tersebut, MK harus memilih, karena ada dua alternatif yang sama-sama kuat. ”Kemudian kasus tersebut diserahkan kepada Hakim Konstitusi, sementara dalam koridor hukum kalau hakim memutus, ya sudah harus diikuti, terlepas ada yang tidak setuju atau setuju,” jelas Mahfud MD.
Selain Mahfud MD, narasumber lainnya dalam acara tersebut adalah Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dan Gubernur Lemhannas Muladi. Diskusi tersebut di hadiri puluhan tokoh nasional dan pejabat negara, baik dari Dewan Perwakilan Rakyat, Kepolisian, Advokat, LSM, maupun Akademisi. (Shohibul Umam/mh)