Mahasiswa HTN Undip âKuliahâ di MK
Kamis, 13 Oktober 2011
| 14:10 WIB
Hakim konstitusi Harjono mendapat kesempatan memberikan materi seputar MK dan amandemen konstitusi Indonesia kepada para mahasiswa Fakultas Hukum Tata Negara Universitas Diponegoro, Selasa (11/10). Harjonoyang sempat terlibat dalam reformasi dan amandemen konstitusi itu menjelaskan kaitan antara amandemen dan keberadaan MK.
Harjono memulai penjelasannya dengan mengatakan pemerintahan orde lama dan orde baru sebenarnya memiliki kesamaan. Orde lama yang dipimpin Presiden Sukarno dan Orde Baru yang dikuasai Presiden Soeharto sama-sama memiliki satu sosok kuat yakni presiden yang berkuasaa saat itu.
Karena kekuasaan presiden sangat kuat di dua orde pemerintahan Indonesia itulah yang kemudian menyebabkan otoritarianisme. Kedua Presiden tersebut melagalkan kekuasaannya yang beberapa periode itu berdasar pada UUD 1945. Di dalam UUD 1945 yang belum diamandemen itu menurut penjelasan Harjono, hanya dinyatakan presiden dapat dipilih lagi setelah jabatannya berakhir tanpa dijelaskan sampai berapa kali. Isi UUD 1945 yang logis itu kemudian dibawa ke ruang politik yang merupakan ”pasar kekuasaan”.
Selain soal masa jabatan presiden, di dalam UUD 1945 yang belum diamandemen juga dinyatakan MPR-lah yang menjadi lembaga tertinggi negara mewakili kedaulatan rakyat. Karena berada di ruang politik, akhirnya yang dapat mengarahkan MPR adalah yang berkuasa saat itu.
”Saat itu MPR yang begitu tinggi itu, presidenlah yang membuat undang-undang, MPR hanya tukang stempel. Nah, yang mengisi MPR atas pasar politik yang bicara. Akhirnya utak-atik undang-undang yang ditujukan agar presiden mempunyai kekuasaan yang besar. Isi UUD yang mempunya kelemahan-kelemahan itulah yang akhirnya diamandemen,” jelas Harjono.
Lebih lanjut Harjono menjelaskan bahwa UUD 1945 itu merupakan ketentuan tertinggi atau hukum tertinggi sehingga undang-undang yang berada dalam sistem hierarki di bawahnya harus ”mengakar” ke UUD 1945. Dan kemudian menjadi logis bahwa UU tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Untuk menegakkan UUD 1945 atau konstitusi itu maka dibentuklah MK sebagai lembaga peradilan tata negara. ”Kalau UUD 1945 itu tidak ditegakkan nantinya hanya jadi angin lalu saja. Penafsiran UUD 1945 itu juga nantinya hanya mengikuti ke mana arah angin berhembus saja. Kewenangan MK untuk melakukan judicial review itulah salah satu caranya untuk menegakkan konstitusi,” ulas Harjono mengenao penegakkan konstitusi.
Selain berwenang menyidangkan judicial review, MK juga berwenang memutus sengketa antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perkara pemilu, dan memecat presiden jika pendapat DPR benar bahwa presiden melanggar konstitusi. (Yusti Nurul Agustin/mh)