Kepemimpinan di Indonesia sejak dulu sampai sekarang, sangat berbeda. “Karena tantangannya juga berbeda. Pada zaman revolusi, para pemimpinnya berasal dari kalangan muda. Hal ini bisa menginspirasi kaum muda Indonesia sekarang, ketika menghadapi berbagai persoalan sekarang, menjadi cambuk saat memecahkan masalah pada saat ini,” kata Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Achmad Sodiki sebagai salah seorang pembicara acara “Indonesia Student Leadership Camp” yang diselenggarakan Universitas Indonesia (UI), 7-12 Oktober 2011.
Sodiki mengungkapkan, kepemimpinan pada masa revolusi membutuhkan pemikiran yang sangat dalam. Karena pada saat itu, bangsa Indonesia sangat kekurangan dalam berbagai hal, misalnya dari sisi persenjataan, sumber daya manusia, namun memiliki semangat yang sangat bergelora.
“Kalau kita menghadapi masa sekarang, tidak ada apa-apanya. Sekarang, semuanya lebih lengkap ketimbang masa dulu, namun para pejuang masa lalu berani melawan penjajah. Kita harus tetap optimis. Karena apa yang kita lakukan pada masa lalu, jauh lebih kurang, dalam arti kelengkapan material,” urai Sodiki yang didampingi para pembicara lainnya, Anis Baswedan selaku Rektor Universitas Paramadina, Sugiharto sebagai Direktur Pertamina, Dedi dari KPK, serta moderator Neno Warisman.
Lebih lanjut Sodiki menjelaskan bahwa pada era reformasi ini kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap hukum sangat merosot. “Bukan hanya hukumnya, tapi juga yang menjalankan hukumnya itu sendiri, yang kemudian dianggap tidak bisa menjalankan sesuai dengan apa yang dicita-citakan hukum itu,” ujar Sodiki.
Saat ini, sambung Sodiki, lembaga-lembaga penegak hukum di Indonesia banyak disorot masyarakat, mulai dari jaksa, polisi, maupun hakim. Ia mencontohkan biaya pengurusan SIM, yang sebenarnya tidak mahal kalau mengikuti prosedur resmi. Tetapi dalam praktiknya, biaya yang tertera sesuai prosedur hanyalah pajangan saja, yang terjadi biayanya lebih dari itu.
“Menghadapi hal-hal semacam itu, kita memang berada pada keadaan bahwa segala sesuatu kelihatannya harus mengeluarkan uang. Tidak ada yang gratis, semuanya diuangkan,” ucap Sodiki.
Oleh sebab itu, kata Sodiki, seseorang yang mendapat amanah atau pemimpin, yang terjadi pada masa sekarang justru bagaimana ia bisa menguangkan amanah itu. Maka terjadilah pengkultusan terhadap uang, materi. Misalnya, kini cukup banyak kepala daerah yang bermasalah, bersidang di MK karena hal-hal seperti.
“Yang terjadi, hal itu (menguangkan amanah – Red.) jadi dianggap benar, karena sudah dilakukan banyak orang. Bahkan orang yang tidak mau mengikuti cara itu, malah dianggap bodoh,” imbuh Sodiki.
Sementara itu Anis Baswedan, dalam kesempatan itu menerangkan hal-hal terkait dengan dunia kepemimpinan. Misalnya, ia menanyakan kepada para hadirin, apa yang menjadi syarat seorang pemimpin, yakni ada yang dipimpin atau followers. Lainnya, Anis memaparkan sejumlah karakteristik seorang pemimpin.
“Di antara bersikap amanah, memiliki integritas dan kemampuan, tidak mengutamakan self interest namun lebih mementingkan kelompoknya,” tandasnya. (Nano Tresna A./mh)