JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pringsewu, Lampung telah menyiapkan kuasa hukum untuk menghadai persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta.
"KPU sudah menyiapkan kuasa hukum yang akan ikut mendampingi saat sidang di MK yaitu Abi Hasan Muan guna menghadapi aduan-aduan dari pihak kandidat pada pilkada," ujar Ketua Pokja Hukum KPU Pringsewu, Andreas Andoyo, di Jakarta, Minggu (9/10).
Menurut dia, apapun hasilnya nanti yang diputuskan oleh peradilan MK agar semua bisa menjaga dan memahami karena instansi itu merupakan jalur hukum tertinggi. "Kami juga meminta agar semua pihak dapat menerima seluruh keputusan mahkamah konstitusi sehingga tidak ada lagi permasalahan di kemudian hari," kata ketua pokja hukum KPU Pringsewu itu.
Uji Materi
Sementara itu, Aliansi Masyarakat Selamatkan (Amankan) Pemilu akan "menggugat" atau mengujimateriilkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Amankan Pemilu menilai, perubahan atas UU itu yang disahkan dalam paripurna DPR pada 20 September justru mencederai proses demokratisasi pelaksanaan pemilu sendiri.
Peneliti pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Very Junaidi, menyatakan, uji materiil ini merupakan upaya menciptakan penyelenggara pemilu yang lebih mandiri dan demokratis. "Kami akan minta Mahkamah Konstitusi (MK) meninjau keanggotaan penyelenggara pemilu," kata Very kepada wartawan di Jakarta, Minggu.
Uji materiil atau gugatan tersebut akan diajukan atau didaftarkan hari ini (Senin, 10 Oktober 2011) di MK Jakarta. Menurut Very, Amankan Pemilu terdiri dari sejumlah aktivis yang terlibat dalam organisasi pemantau pemilu dan demokratisasi.
Antara lain, dari Transparansi Internasional Indonesia (TII), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), dan Koalisi Reformasi Hukum Nasional (KRHN). Tidak itu saja, sejumlah organisasi di daerah juga menyatakan akan bergabung dengan mereka.
Ia berharap, dua hal pokok perlu dikaji ulang MK dalam perubahan UU Penyelenggara Pemilu. Pertama mengenai diperbolehkannya anggota partai politik mengajukan diri sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Jika tetap akan mendaftar sebagai anggota KPU dan Bawaslu, idealnya calon dari parpol sudah harus mengundurkan diri lima tahun sebelum mengajukan diri. Ini penting untuk menghilangkan konflik kepentingan yang mungkin timbul setelah menjabat sebagai anggota KPU dan Bawaslu.
Kedua dilibatkannya unsur pemerintah dan anggota DPR dalam Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) seperti termuat dalam Pasal 109 UU Penyelenggaraan Pemilu. Menurut Very, secara tidak langsung pemerintah adalah bagian dari pengawas penyelenggaraan pemilu, sehingga tidak perlu dimasukkan dalam DKPP.