Jakarta, MK Online - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M. Gaffar menutup secara resmi acara “Pendidikan dan Pelatihan Hukum Acara MK bagi Pengajar Hukum Acara MK” Angkatan II yang diselenggarakan oleh MK bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Acara MK (APHAMK), di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (30/9). Acara penutupan tersebut dihadiri oleh Ketua DPP APHAMK Widodo Eka Cahyana, dan sekitar seratus dosen dari berbagai Universitas di Indonesia.
Dalam sambutannya, Janedjri berharap kepada para peserta agar materi yang diterima dari para narasumber selama Diklat bisa bermanfaat dan bisa ditularkan kepada para dosen lainnya serta kepada para mahasiswa yang dibimbingnya.
Sebelum acara penutupan, selama empat hari yakni mulai tanggal 27 sampai 30 September 2011, para peserta menerima sejumlah materi dari belasan narasumber yang dihadirkan oleh MK. Narasumber pertama, yaitu Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati. Dalam kemsempatan tersebut, Maria menyampaikan materi tentang Prosedur Beracara dalam Pengujian Undang-Undang (UU) terhadap UUD 1945 di MK. Menurutnya, pengujian UU terkait dengan dua hal, yaitu pengujian formil dan pengujian materiil. Pengujian materiil berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Sedangkan pengujian formil terkait dengan proses pembentukan Undang-undang dan hal-hal yang tidak termasuk pengujian materiil.
Menanggapi pertanyaan dari seorang peserta Diklat yang menanyakan bilamana terjadi kekosongan UU akibat dibatalkan oleh MK, Maria Farida mengatakan bahwa selama ini belum pernah terjadi putusan seperti itu. “Kalau PUU tidak pernah ada yang seperti itu, kecuali pada persoalan yang konkrit, yaitu terkait dengan PUU APBN,” papar Maria.
Narasumber kedua adalah Mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Dalam kesempatan itu ia menyampaikan dua materi, yaitu materi tentang Undang-Undang Dasar Negara RI 1945, dan materi tentang MK dalam sistem ketatanegaraan RI. Palguna menyampaikan materi dengan memulai pertanyaan, “mengapa perlu dibentuk MK? Apa fungsinya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia?” Menurutnya, MK di negara manapun dibentuk untuk melaksanakan fungsi constitutional review yang tugas utamanya adalah untuk menjaga berfungsinya proses-proses demokrasi dalam hubungan yang saling mempengaruhi antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Sedangkan materi tentang “Teori dan Supremasi Konstitusi” disampaikan oleh mantan Hakim Konstitusi H.A.S. Natabaya. Materi lainnya, yaitu Prosedur Beracara Dalam Sengketa Kewenagan Konstitusional Lembaga Negara (SKLN) disampaikan oleh mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.
Narasumber lainnya adalah Panitera MK Kasianur Sidauruk yang menyampaikan materi tentang Penyelenggara Administrasi Yustisial, misalnya terkait Permohonan Perkara, Sidang, sampai Pengucapan Putusan. Sementara Hakim Konstitusi Akil Mochtar menyampaikan materi yang berjudul Prosedur Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Sementara pada Kamis (29/9), para peserta Diklat melakukan Praktek Penyusunan Permohonan PUU dan Praktek Penyusunan Putusan PUU, yang dipimpin oleh Wiryanto dan Pan Faiz dari MK. Setelah itu, para Peserta mendapatkan materi terkait dengan Prosedur Beracara dalam Pembubaran Partai Politik oleh M. Ali Safaat, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, dan materi lainnya yaitu tengang Pancasila disampaikan oleh Arief Hidayat, Guru Besar Universitas Dipenogoro.
Pada malam harinya, Hamdan Zoelva selaku hakim konstitusi menyampaikan materi terkait dengan Prosedur Beracara dalam Memutus Pendapat DPR RI Mengenai Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945. Menurutnya, apabila tidak ada tindakan pidana penyuapan, tidak ada korupsi, tidak ada pelanggaran, tetapi ada tindakan pelanggaran hukum yang sedemikian rupa beratnya, seperti perbuatan tercela, maka bisa dibuat alasan untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden. “Jadi alasan yang sedikian rupa beratnya, sama berat terhadap korupsi, penyuapan, tindakan pidana berat,” jelas Hamdan.
Dan, materi yang terakhir berkenaan dengan MK: Menuju Court Excellence, disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar. Dalam paparannya ia mengatakan bahwa betapa pentingnya administrasi dalam lembaga peradilan untuk menuju court excellence, sehingga ada kebutuhan dari calon para penegak hukum untuk mengetahui administrasi manajemen organisasi. “Kalau kita ingin melakukan perubahan dalam hal administrasi, maka serahkan kepada ahlinya. Oleh karena itu, kami juga merekrut pegawai yang berlatar belakang non-sarjana hukum untuk mengurusi administrasi,” papar Janedjri. (Shohibul Umam/mh)