Bintang Papua - Dikabulkannya gugatan Komarudin Watubun oleh Mahkamah Konstitusi ( MK) atas Judicial Reviuw terhadap Undang undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, merupakan hal penting yang perlu disikapi. Terkait putusan MK tersebut, Undang-undang Otsus pasal 20 ayat 1 huruf A terkait pertimbangan MRP dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan dalam keputusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan seluruh permohonan pemohon. Yusak E Reba, SH, MH Koordinator program dari Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil Papua mengatakan, dalam putusan MK ini ada beberapa hal penting sebenarnya untuk diresponi kita semua.Menurutnya, permohonan para pemohon ini pada intinya mau mengatakan bahwa pengujian materi Undang-undang khususnya, pasal i huruf t dan pasal 20 ayat 1 huruf A, mau mengatakan bahwa undang undang Otsus Papua yang berlangsung hampir 11 tahun ini sedang melanggar Hak Konstitusional mereka, para pemohon.” Artinya undang undang otsus Papua yang sudah disusun oleh para penyusun- penggagas serta dibahas dengan DPR RI bersama Pemerintah Pusat pada 2001 dan ditetapkan dipandang para pemohon melanggar hak konstitusional mereka,” ujar Yusak.
Jadi, mereka yang melakukan gugatan karena merasa hak konstitusionalnya dilanggar, dapat mengajukan yudicial Review, termasuk apa yang dilakukan Komarudin Watubun, karena apa yang ia gugat telah dijamin Undang undang dasar( UUD) 1945. “Dari apa yang saya lihat dari permohonan para pemohon, upaya pengujian ini dilakukan karena Undang Undang Otsus Papua, dianggap ilegal”, katanya.
“Melihat fakta lahirnya undang undang Otsus karena adanya inginan Merdeka dari orang Papua, maka Pemerintah mengambil jalan tengah dalam rangka memproteksi hak hak dasar orang Papua, hingga lahirlah Undang undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, dimana undang undang ini dibuat, ini kan hanya untuk mendorong Orang Papua terhadap hak haknya,” ujar Yusak di Kantornya, Jumat(30/9).
Kalau sekarang Pemerintah Pusat, bahkan MK dan kita sekarang melihat undang undang ini melanggar HAM, undang undang diskriminasi, atau undang undang khusus itu melanggar HAM, maka sebaiknya undang undang ini tidak perlu lagi ada, sebab kehadiran dinilai sebagai undang undang diskriminasi dan melanggar HAM orang lain, melanggar Undang undang dasar, yo kalau begitu tidak usa ada lagi, ujarnya Yusak dengan nada tinggi.
Menurut Aktivis Pemberdayaan Otsus Papua ini, sebagai orang yang selalu memberikan Pemberdayaan dan Penguatan terhadap Otsus Papua, dirinya merasa sudah tak perlu agi melakukan penguatan Otsus, sebab hakekat Undang undang Otsus kehilangan makna aslinya, bagi orang Papua. Ha ini terbukti, dimana otsus tidak pernah dievaluasi atau direkonstruksi pasal demi pasalnya sehingga satu persatu pasal demi pasal yang ada dalam undang undang otsus diterjemahkan lain, kalau satu pasal yakni seperti pasal 1 huruf t, pasal 20 ayat 1 huruf a, sudah dipersoalkan orang, maka pasal pasal lainnya akan dipersoalkan, maka pertanyaan adalah masih kah otsus perlu untuk orang Papua?
Dirinya mengungkapkan kembali masalah judicial Review Komarudin Watubun yang dikabulkan MK, sebenarnya MK itu lembaga Hukum dan perundang undangan, lembaga ini hanya melihat judicial review Komarudin Watubun dari sisi undang undang Otsus, namun MK sebenarnya tidak tahu, latar belakang dari Undang undang Otsus bagi provinsi Papua. Ia kembali mempersoalkan begitu mudahnya masyarakat memberikan apa yang menjadi haknya kepada orang lain yakni dengan mengangkat anak adat. “Itu satu hal, bila ini berlangsung terus, maka hak hak orang Papua yang lain akan diberikan, maka orang Papua jangan menyesal bila semua haknya diambil orang lain,” ungkapnya.