Wakil Ketua MK Achmad Sodiki membuka secara resmi kegiatan “Pendidikan dan Pelatihan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Bagi Pengajar Hukum Acara Mahakamah Konstitusi” Angkatan II di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (27/9). Kegiatan ini diselenggarakan oleh MK bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Acara MK (APHAMK). Dalam acara pembukaan tersebut hadir Sekretaris Jendral MK Janedjri M. Gaffar dan Ketua Umum DPP APHAMK Widodo Eka Cahyana, serta sekitar seratus dosen pengajar atau calon pengajar hukum acara MK dari berbagai Fakultas Hukum di Indonesia.
Dalam sambutannya, Achmad Sodiki menyampaikan beberapa hal diantaranya terkait dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK). Menurutnya, para hakim konstitusi berpendapat bahwa PMK harus direvisi, tetapi muncul juga pemikiran bahwa kalau direvisi nantinya juga akan ketinggalan lagi. ”Oleh karena itu, revisi PMK dilakukan melalui putusan-putusan yang sudah dikeluarkan oleh MK saja,” terangnya.
Selain itu, Achmad Sodiki juga menyinggung soal siapa yang berhak mengajukan permohonan Ke MK dalam perkara Pemilukada. Menurutnya, kalau dikatakan yang berhak untuk mengajukan permohonan ke MK terkait dengan Pemilukada adalah di samping calon yang sudah ditetapkan oleh KPU provinsi/kabupaten/kota dalam Pemilukada, tetapi juga sekarang bakal calon yang gagal dalam Pemilukada bisa mengajukan permohonan ke MK. “Ini adalah dinamisasi, ada suatu pemikiran yang sebetulnya tidak terpikirkan saat itu. Sebelumnya mereka ditolak, karena tidak ada yurisprundensi,” jelasnya.
“Jadi, pandangan kita (Hakim Konstitusi; red), mengadili Pemilu itu bukan semata-mata hasil akhir, dan bukan juga masalah proses yang akan dilihat. Tetapi kami berkeyakinan selama prosesnya benar maka akan menghasilkan hasil akhir yang benar. Begitu juga sebaliknya, kalau prosesnya tidak benar, hasil akhirnya juga tidak benar,” papar Sodiki.
Karena hal itulah, menurut Sodiki, suatu proses harus dilihat terlebih dahulu apakah calon yang masuk dalam tahapan-tahapan awal dalam seleksi Pemilukada itu sudah diakomodir oleh KPU provinsi/kabupaten/kota, atau belum? “Di sinilah kita (MK) melihat bahwa ada pelebaran atau semacam ruang, sehingga MK mengakomodir para calon tersebut,” jelas Sodiki.
Lebih lanjut Sodiki mengatakan bahwa meski demikian tidak berarti bahwa MK itu haus kewenangan. Secara teori, kata Sodiki, kalau hakim itu memang harus melebarkan kewenangan demi melebarkan keadilan. “Karena itu kemudian kita melebarkan keadilan bukan hanya pada calon tetap yang sudah diproses, tetapi juga pada calon sebelum tahap verifikasi pun mereka diperbolehkan mengajukan permohonan,” ucap Sodiki di depan para peserta.
Di akhir sambutannya, Sodiki mangatakan bahwa perkembangan negara ini sekarang naik turun. Akan tetapi, nuansa-nuansa seperti itu adalah nuansa perkembangan seperti adanya tarik menarik antara legislatif dengan MK. ”Oleh karena itu, kiranya kita bisa mengelaborasi lebih jauh keputusan-keputusan MK, termasuk dalam hal upaya merevisi PMK,” harap Guru Besar Universitas Brawijaya ini. (Shohibul Umam/mh)