PONTIANAK, KOMPAS.com- Mahkamah Konstitusi membatalkan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 47 (1 dan 2) Undang-undang Nomor 18 Tagun 2004 tentang Perkebunan, Senin (19/9/2011) lalu, setelah ada gugatan uji materi dari empat petani. Putusan MK itu menjadi angin segar bagi kasus dua penggugat asal Kalbar, Vitalis Andi dan Japin yang diseret ke pengadilan atas tuduhan mengganggu aktivitas sebuah perkebunan.
Hal itu mengemuka dalam konferensi pers bersama yang dilakukan oleh Walhi Kalbar, Tim Pembela Masyarakat Adat, Institut Dayakologi, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalbar, Lembaga Bela Benua Talino, Gerakan Masyarakat untuk Perlawanan Kalbar, Senin di Pontianak, Senin (26/9/2011).
Yestri Pobas dari Tim Pembela Masyarakat Adat mengatakan, Vitalis Andi dan Japin ditetapkan sebagai tersangka pada akhir 2009 menyusul upaya mereka bersama para petani di Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalbar menahan buldozer milik sebuah perkebunan yang dianggap menyerobot tanah adat.
"Kasus itu dua kali dibatalkan demi hukum oleh majelis hakim di PN Ketapang karena masyarakat sudah bersedia mengembalikan buldozer dan perusahaan membayar denda adat," kata Yestri.
Namun, dalam dakwaan ketiga yang materinya sama dengan dua dakwaan yang dibatalkan oleh hakim, kedua tersangka diputus bersalah dengan hukuman satu tahun penjara. "Di tingkat banding, putusan dikuatkan. Sekarang, kasasi di Mahkamah Agung belum putus," kata Yestri.
Dengan dibatalkannya ketentuan dua pasal dalam UU 18/2004 tentang Perkebunan, Yestri berharap, putusan kasasi akan berpihak pada Andi dan Japin.
Ketua AMAN Kalbar Sujarni Alloy mengatakan, pembatalan dua pasal itu juga diharapkan menjadi momentum awal bagi masyarakat adat untuk mengambil kembali tanah dan hak yang sudah dirampas perkebunan.