Jakarta, MK Online - Lagi, Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan di uji ke Mahkamah konstitusi. Kali ini, Pemohon yang juga pekerja di PT. Megabuana Citra Masindo, Andriyani, menguji Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan. Sidang pendahuluan digelar Kamis (15/9) di Ruang Sidang Panel MK. Sebagai Ketua Panel Hakim, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar.
Ketentuan tersebut berbunyi, “(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut: … c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih.”
Menurut Pemohon, kerugian konstitusional yang dideritanya bermula dari tidak diterimanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diajukan pihaknya oleh Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial Jakarta. Alasan PPHI Jakarta saat itu, kata dia, karena perusahaan telah membayar upah pekerja tepat waktu, meskipun sebelumnya telah telat membayar upah selama 18 bulan. “Sejak Juni 2009 sampai November 2010,” ungkapnya.
Pemohon berpandangan, ketentuan tersebut telah diartikan secara sempit oleh PHI Jakarta. Sehingga, menurutnya, penafsiran seperti itu telah mengakibatkan kerugian konstitusional dirinya, terutama terkait hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum seperti diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, Pemohon berpendapat, meskipun aturan itu sudah tepat, namun dalam pelaksanaannya dapat ditafsirkan lain yang berakibat melanggar hak konstitusional seorang pekerja.
Apalagi, dia menduga, keterlambatan pembayaran upah itu disengaja oleh perusahaan, agar Pemohon tidak lagi nyaman bekerja dan kemudian mengundurkan diri sehingga perusahaan tidak berkewajiban membayar pesangon.
Akhirnya, dalam permohonannya Pemohon meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa ketentuan tersebut tetap berlaku meskipun pada akhirnya perusahaan telah membayar upah pekerja tepat waktu. Dia berharap, jika permohonan ini nantinya dikabulkan oleh MK, maka perusahaan tidak lagi ‘bermain-main’ dengan keterlambatan upah karena akan dikenai dikenai denda keterlambatan pembayaran upah atau untuk menghindari kewajiban membayar pesangon jika PHK terjadi. (Dodi/mh)