Jakarta, MKOnline – Hafash Gunawan perwakilan dari Perkumpulan Forum Pengusaha Rokok Kretek, Zaenal Mustafa dan Erna Setyo Ningrum selaku produsen rokok mengajukan pengujian Pasal 114 dan Pasal 199 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (9/9). Catur Agus Saptono dan Ahmad Suryono bertindak sebagai kuasa hukum Pemohon. Sidang yang digelar di ruang sidang panel MK itu diketuai oleh Ketua Penel Hakim, Anwar Usman yang didampingi dua anggotanya, yaitu Maria Farida Indrati dan Ahmad Fadlil Sumadi.
Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 114 dan Pasal 199 ayat (1) UU Kesehatan. Pasalnya, ketentuan peringatan kesehatan secara keseluruhan, baik berupa tulisan dan gambar akan adanya bahaya merokok yang dinyatakan Pasal 114 UU Kesehatan menurut Para Pemohon merupakan klaim yang bersifat sepihak dan debatable. Terlebih, masih menurut Pemohon, dalam peringatan kesehatan berupa tulisan bahwa bahaya tersebut tidak berbentuk kepastian, melainkan kecenderungan yang diwakili dengan frasa ‘dapat membahayakan kesehatan’.
Lebih lanjut, kuasa hukum Para Pemohon, Catur Agus Saptono, mengatakan jika Para Pemohon diharuskan menampilkan gambar atau tulisa peringatan akan adanya bahaya merokok, Para Pemohon akan mengeluarkan biara produksi yang lebih besar dari sebelumnya. “Itu berpotensi akan menambah beban produksi dan berpotensi akan mematikan produksi serta kelangsungan pekerja yang bekerja di perusahaan rokok,” lanjut Catur.
Para Pemohon juga merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena akan terkena ketentuan kriminalisasi terhadap perbuatan memproduksi rokok dengan ketentuan Pasal 199 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan. “Berlakunya ketentuan tersebut (Pasal 199 ayat (1), red) berpotensi akan menimbulkan ketidakpastian hukum dengan mengkriminalisasi produsen rokok. Hal tersebut dilindungi oleh Undang-Undang 1945 sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 28 huruf d ayat (1),” ujar Catur seraya menyebutkan batu uji permohonan Pemohon.
Selain itu, Catur menyampaikan regulasi tersebut sebenarnya bermuara dari persaingan dynamic tiga pihak, negara maju dengan negara berkembang, perusahaan raksasa internasional dengan perusahaan nasional, dan perusahaan rokok dengan perusahaan farmasi dalam memperebutkan pasar nikotin. Berdasar terhadap adanya persaingan tersebut, Pemohon seperti yang diungkapkan Catur menganggap kampanye antirokok dengan alasan merusak kesehatan, berpotensi dimanfaatkan oleh produsen besar internasional dalam mematikan usaha sejenis yang lebih kecil seperti yang dijalankan Para Pemohon. (Yusti Nurul Agustin)