Jakarta, MK Online - Lembaga Swadaya Masyarakat Wira Darma Putra melakukan pengujian materiil terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria (UU Agraria) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (8/9). Kepaniteraan MK meregistrasi perkara ini dengan Nomor 54/PUU-IX/2011.
LSM Wira Darma Putra yang diwakili oleh R.M. Mustoro selaku Ketua Umum mendalilkan bahwa Pasal 27 UU Agraria telah melanggar hak konstitusional Pemohon. Tengku Nusmir selaku kuasa hukum pemohon, menjelaskan bahwa putusan Perkara Nomor 5/PDGT/1986 yang diajukan melalui Pengadilan Negeri Kediri bertentangan dengan UU Agraria dan UUD 1945 khususnya Pasal 33. “Alasan kami pertentangan yang kami maksudkan dengan pertentangan tersebut oleh karena asal mula dasar dan dalil gugatan dari penggugat. Dalam putusan tersebut, lanjut Nusmir, Pengadilan Negeri Kediri menyebutkan bahwa tanah negara itu adalah sebagai tanah ahli waris.
“Meskipun Putusan Kediri pada tingkat pertama itu menolak gugatan penggugat, namun pada putusan-putusan lain yang terakhir adalah Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung telah memenagkan dan mengabulkan semua gugatan penggugat. Yang kami khawatirkan ini akan menjadi yurisprudensi yang akan digunakan oleh pengadilan-pengadilan setingkatnya atau sederajatnya menjadi sumber hukum dan kalau ini menjadi sumber hukum tentu semua tanah-tanah negara atau dikuasai oleh negara ini akan mendalilkan sebagai tanah kewarisan daripada orang-orang yang mengaku memiliki tanah tersebut,” urai Nusmir.
Dalam sidang pendahuluan tersebut, Majelis Hakim Panel yang terdiri dari Hakim Konstitusi Muhammad Alim dan Hakim Konstitusi Achmad Sodiki serta Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar sebagai Anggota Hakim Panel memberikan beberapa saran untuk perbaikan permohonan Pemohon. Alim menjelaskan bahwa objek permohonan Pemohon yang meminta Mahkamah mengadili Putusan Mahkamah Agung bukanlah kewenangan MK. “Kewenangan Mahkamah Konstitusi atau hal-hal yang bisa dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, atau yang bisa diadili oleh Mahkamah Konstitusi adalah dilihat di Pasal 24C ayat (1), yaitu undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Di sini, yang diuji ini bukan undang-undang, bukan pasal dari agrarian yang ada, tapi penerapannya. Kalau penerapan kami tidak berwenang, itu masalah penerapan hukum bukan urusan kami. Kalau hukumnya atau normanya yang berbeda, itu kami boleh,” jelas Alim.
Sementara itu, Wakil Ketua MK Achmad Sodiki menyarankan agar Pemohon memperbaiki kedudukan hukum dalam permohonannya yang tercantum sebagai LSM. Sodiki menjelaskan bahwa Pemohon yang boleh mengajukan permohonan ke MK hanyalah perseorang warga negara ataupun badan hukum. kalau Saudara menyebut lembaga swadaya masyarakat, itu apakah sudah ada yang menyatakan bahwa Wiradharma Putra itu badan hukum atau bukan ya. “Kalau itu badan hukum, badan hukum privat atau badan hukum publik. Ini harus dilampirkan ya. Kalau Saudara atas nama begitu, mestinya harus ada kuasa dari LSM Wiradharma Putra kepada Saudara-Saudara ini. Tetapi kalau ini Saudara maju bukan atas nama badan hukum, tetapi Saudara memang menjadi anggota LSM Wiradharma Putra, bisa (kedudukan hukum sebagai) perseorangan,” papar Sodiki.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim Panel memberikan waktu selama 14 hari kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan. Sidang selanjutnya mengegendakan perbaikan permohonan. (Lulu Anjarsari)