Jakarta, MKOnline – Sidang perdana Pengujian Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi digelar di ruang sidang panel Gedung MK, Rabu (7/9). Sidang perkara yang teregristasi dengan nomor 53/PUU-IX/2011 itu dipimpin Ketua Panel Hakim, M. Akil Mochtar yang didampingi dua anggotanya, Hamdan Zoelva dan Harjono.
Pemohon perkara ini, yaitu Pong Hardjatmo (Pemohon I), Ridwan Saidi (Pemohon II), Judilherry Justam (Pemohon III), M. Ridha (Pemohon IV), Gatot Soedarto (Pemohon V), dan Masyarakat Hukum Indonesia (Pemohon VI). Dari keenam Pemohon itu yang hadir dalam persidangan ini hanya Ridwan Saidi, Pong Harjatmo, Judilherry Juustam, dan Gatot Sudarto. Pemohon juga didampingi kuasa hukumnya, yaitu A.H. Wakil Kamal, Gatot Goei, Mulyadi M. Philian, dan Guntoro.
Para Pemohon menganggap Pasal 68 ayat (1) tersebut telah merugikan hak konstitusional Pemohon sebagai warga negara. Pasalnya di dalam pasal tersebut diatur bahwa pembubaran partai politik hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Para Pemohon menganggap seharusnya partai politik dapat dibubarkan oleh warga negara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
“Kedaulatan yang dimiliki oleh Para Pemohon dibatasi oleh Pasal 68 ayat (1) UU MK sehingga Para Pemohon tidak dapat menjadi Pemohon pembubaran partai politik yang dianggap telah melanggar UUD dan UU,” ujar Kuasa Hukum Pemohon, Gatot Goei.
Lebih lanjut terkait dengan kerugian konstitusional Pemohon, Goei mengatakan Pasal 68 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2011 menimbulkan ketidaksetaraan dihadapan hukum. Pasalnya, hanya pemerintah yang dapat mengajukan pembubaran partai politik sedangkan Pemohon sebagai korban tidak mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum untuk menjadi pemohon pembubaran partai politik.
Selain menyampaikan kerugian konstitusional yang diderita Pemohon, Goei juga menyampaikan kerugian potensial Pemohon. Pada intinya, Goei mengatakan partai politik pendukung pemerintah yang melakukan perbuatan dengan UUD 1945 atau UU, sangat kecil kemungkinannya untuk dibubarkan oleh pemerintah yang berkuasa. Hal itu membawa dampak buruk karena berpotensi menghambat hak jaminan sosial, hak untuk mengembangkan diri, hak mendapatkan pendidikan dan lainnya yang menjadi kebutuhan dasar Pemohon.
Di akhir penjelasan pokok permohonan Pemohon oleh Goei dikatakan untuk menjamin hak konstitusional Para Pemohon agar tidak terus menerus terlanggar maka kedudukan hukum dalam pengajuan pembubaran partai politik seharusnya juga diberikan kepada Para Pemohon dan rakyat Indonesia. ”Batasan Pemohon pembubaran partai politik hanyalah pemerintah jelas merugikan hak konstitusional Para Pemohon,” tandasnya.
Panel hakim pada persidangan perdana ini diwajibkan menyampaikan saran yang dapat dipakai untuk perbaikan permohonan Pemohon. “Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonan tentang ideologi, asas, itu alasan-alasan yang kemudian bisa digunakan bahwa itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Harjono.
Sedangkan ketua panel hakim, M. Akil Mochtar mengingatkan Pemohon untuk menyampaikan batu uji untuk menguji Pasal 68 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2011 yang diajukan Pemohon untuk diuji. (Yusti Nurul Agustin)