Jakarta, MK Online - Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) kembali diuji di Mahkamah Konstitusi. Dalam Sidang Panel Perkara Nomor 50/PUU-IX/2011 tentang Pengujian Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda, para Pemohon yakni Windu Wijaya dan Anwar Sadat mendalilkan bahwa pasal tersebut bertentang dengan UUD 1945.
Pasal 36 Ayat (1) yang diajukan pengujian tersebut berbunyi, ”Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.” Sementara Pasal (2) berbunyi, ”Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.”
Dalam Sidang Panel yang dipimpin oleh Anwar Usman, serta Muhammad Alim dan Ahmad Fadlil Sumadi masing-masing sebagai anggota, para Pemohon mendalilkan bahwa norma yang terdapat dalam pasal tersebut bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan hak-hak konstitusional Pemohon.
Menurut para Pemohon pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 yakni Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi, ” Negara Indonesia adalah negara hukum,” serta Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi, ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Dalam kedua pasal tersebut, menurut para Pemohon, Negara Indonesia menganut prinsip persamaan dihadapan hukum yang itu berarti setiap warga negara harus mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum tanpa adanya keistimewaan.
Untuk itu, para Pemohon beranggapan bahwa bila penyidik harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Presiden atau menunggu 60 hari sejak permohonan penyidikan diajukan ke Presiden untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) dan (2), maka itu sangat diskrimintif karena warga negara lainnya tidak diperlakukan hal yang sama. ”Oleh karena itu, Pasal 36 Ayat (1) dan Ayat (2) sangat nyata telah mengabaikan nilai persamaan dihadapan hukum bagi setiap warga negara,” terang Pemohon.
Berangkat dari persoalan-persoalan tersebut, para Pemohon mengajukan permohonan pengujian terhadap Pasal 36 Ayat (1) dan Ayat (2) tentang Pemerintahan Daerah kepada Mahkamah Konstitusi agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Fadlil Sumadi selaku Anggota Panel memberikan nasehat kepada para Pemohon terkait dengan pokok permohonan. Menurutnya, secara teori, hukum mengasumsikan persamaan dan perbedaan, tetapi dalam pokok permohonan, para Pemohon tidak menjelskan secara rinci persamaan dan perbedaan antara para Pemohon dengan kepala daerah. ”Kalau bisa lebih diperjelas,” harapnya. (Shohibul Umam)