TEMPO Interaktif, Jakarta - Markas Besar Kepolisian RI belum bisa menetapkan status pengguna surat palsu Mahkamah Konstitusi. Soalnya, penetapan itu baru akan diketahui setelah para tersangka disidangkan di pengadilan.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengatakan kepolisian tidak akan begitu saja menetapkan status pengguna surat palsu hanya berdasarkan keterangan dua tersangka. "Kami masih menunggu proses peradilan. Selain itu, sekarang kan masih dalam proses pembuktian adanya surat palsu MK itu," ujar Boy saat dihubungi Ahad, 4 September 2011.
Kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi berawal dari sengketa Pemilihan Umum 2009 di daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Komisi Pemilihan Umum menetapkan calon dari Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo, yang mendapatkan kursi di DPR berdasarkan Putusan MK Nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009.
Padahal sebelumnya, Mahkamah menetapkan perolehan suara untuk calon legislatif dari Partai Gerindra, Mestariani Habie. Belakangan, surat Mahkamah itu diduga palsu. Mahkamah lalu melaporkan kasus itu ke polisi.
Dalam kasus ini, polisi baru menetapkan dua tersangka. Mereka adalah juru panggil Mahkamah Konstitusi, Masyhuri Hasan, yang diduga sebagai pembuat surat, dan panitera Mahkamah Konstitusi, Zainal Arifin Husain. Selain menetapkan dua tersangka, dalam kasus ini polisi telah memeriksa sejumlah saksi. Mereka antara lain anggota KPU, Andi Nurpati; mantan Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi; dan calon dari Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo.
Boy mengatakan berkas untuk tersangka Masyhuri sudah dinyatakan lengkap alias P-21. Dengan begitu, berkas Masyhuri akan segera dilimpahkan ke pengadilan. Adapun berkas Zainal masih dalam pemberkasan.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Inspektur Jenderal Sutarman mengatakan polisi tengah mengusut dugaan keterlibatan pengguna surat palsu. Namun polisi masih mengalami kesulitan dalam pembuktian. "Kami arahkan ke penggunanya. Siapa yang menggunakan sehingga terbitlah keputusan 339 yang akan mengangkat Dewie Yasin Limpo," kata Sutarman, Rabu pekan lalu.
Sutarman menjelaskan bahwa menurut hasil penyidikan polisi, diketahui dari dua surat itu, surat yang diduga palsu adalah yang dibubuhi stempel oleh Mahkamah Konstitusi. "Sedangkan yang asli tidak distempel," ujarnya. Polisi, dia melanjutkan, setelah mengidentifikasi surat tersebut, kini tinggal menyelaraskan dengan keterangan para saksi.