JAKARTA - Pihak kepolisian diminta segera mengungkap aktor intelektual kasus Surat Palsu Mahkamah Konstitusi (MK) agar kasus ini tidak berakhir seperti kasus suap cek pelawat pemilihan Gubernur Senior Bank Indonesia.
Anggota Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR Hakam Naja mengatakan pihak kepolisian tidak boleh berlarut-larut dan seakan-akan mengalami tekanan politik dari partai tertentu untuk menetapkan tersangka baru itu.
"Saya tidak paham kenapa kepolisian masih menunggu lama untuk menetapkan tersangka baru itu, padahal sudah jelas aktor di belakangnya. Jangan sampai kasus ini berakhir seperti kasus suap travel cheque pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia yang hanya bisa menetapkan penerima suapnya, namun penyuapnya tidak," jelas Hakam saat bincang-bincang di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8/2011). .
Mungkin kata Hakam, belum ditetapkannya tersangka baru oleh kepolisian karena hanya persoalaan teknik kepolisian semata. Namun, jika kepolisian tak kunjung menetapkan tersangka baru itu, maka kredibilitas kepolisian menjadi dipertanyakan oleh masyarakat.
"Saya berharap ini hanya persoalaan teknik. Tapi jika tidak martabat kepolisian akan runtuh," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, kasus surat palsu MK telah menetapkan dua orang tersangka yakni Masyhuri Hasan pegawai MK yang bertugas sebagai juru panggil. Selain Hasan, mantan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein juga turut ditetapkan sebagai tersangka baru beberapa hari lalu.
Namun, hingga kini kepolisian belum jua menetapkan aktor utama dari kasus itu, seperti yang telah disebut memiliki peran utama pada kasus itu seperti mantan Komisioner KPU Andi Nurpati dan kader Gerindra Dewi Yasin Limpo belum juga ditetapkan. Bagi Panja Mafia Pemilu keduanya diduga menjadi aktor utama pada kasus itu.