Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh Y.B. purwaning M. Yanuar dan kawan-kawan terkait pengujian Pasal 65 Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Amar putusan dengan Nomor 28/PUU-IX/2011 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi pada Selasa (23/8), di Ruang Sidang Pleno MK.
“Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo. Permohonan para Pemohon ne bis in idem. Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” demikian ucap Mahfud membacakan amar putusan tersebut.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Mahkamah berpendapat Pasal 65 KUHAP sepanjang terkait dengan hak tersangka untuk mengajukan saksi, telah secara tegas ditentukan dalam Pasal 116 KUHAP yaitu bahwa penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi yang diajukan oleh tersangka. Akan tetapi, lanjut Hamdan, persoalannya dalam praktik, seperti telah dipertimbangkan dalam putusan Nomor 65/PUU-VIII/2010 tanggal 8 Agustus 2011, penyidik sering mengabaikan dan tidak memanggil atau memeriksa saksi yang diajukan oleh tersangka dengan alasan bahwa saksi tersebut tidak diperlukan dalam rangka kepentingan penyidikan karena penyidik menilai saksi yang diajukan tersangka tidak memenuhi kualifikasi yaitu saksi yang melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri. Terkait dengan pengujian pasal tersebut, Hamdan menjelaskan Mahkamah telah menjatuhkan putusan yang amarnya menyatakan bahwa Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang pengertian saksi dalam pasal-pasal tersebut tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.
“Oleh karena itu permohonan para Pemohon sepanjang mengenai kewajiban penyidik untuk memanggil dan memeriksa saksi sebagaimana dimaksud pasal a quo tidak perlu dipertimbangkan lagi. Dengan demikian permohonan para Pemohon ne bis in idem,” papar Hamdan.
Sementara itu, Hamdan mengungkapkan dalil para Pemohon terkait dengan kewajiban hakim untuk memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan terdakwa dalam persidangan, menurut Mahkamah hal tersebut telah secara tegas ditentukan dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP. Dengan demikian, jerlas Hamdan, pengertian saksi yang menguntungkan bagi terdakwa dalam Pasal 65 KUHAP harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP, sehingga hakim wajib memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukum. “Adapun pengertian saksi yang dimaksud dalam Pasal 65 KUHAP telah diputuskan oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 65/PUU-VIII/2010, tanggal 8 Agustus 2011. Dengan demikian permohonan para Pemohon tersebut ne bis in idem,” jelasnya. (Lulu Anjarsari)