Jakarta, MK Online - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD, menyampaikan orasi ilmiah di Kantor Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor), Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat, Pukul 20.00 WIB, Jumat(19/8). Acara tersebut diselenggarakan oleh PP GP Ansor dalam rangka memperingati hari kemerdekaan yang ke-66 RI dan nuzulul quran. Hadir sejumlah tokoh, diantaranya Wakil katua Umum NU As’at Ali, Direktur Wahid Institute Yenni Wahid, Ketua Umum PKNU Choirul Anam, Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait, Sekjend PPP Rohmihurmuzy, serta ratusan warga—atau yang akrap dipanggil Sahabat—GP Ansor yang memadati ruang pertemuan.
Dalam orasinya, Mahfud MD menyampaikan bagaimana perdebatan awal dalam membangun sebuah negara Indonesia yang merdeka. Pada saat itu, menurutnya, ada dua aliran yang saling berseberangan. Pertama, aliran yang menghendaki Indonesia merdeka berdasarkan kebangsaan. Dan, kedua keinginan untuk membangun sebuah negara Islam.
”Dua keinginan itu sangat kuat. Dua-duannya punya alasan yang kuat. Pada saat itu Bung Karno dan Bung Hatta menginginkan negara kebangsaan karena negara kita tidak hanya Islam saja, tetapi terdiri dari berbagai aliran paham dan kepercayaan yang semuanya harus bisa dilindungi. Tetapi pada waktu itu kelompok Islam mengatakan, tidak. Menurutnya, seharusnya negara Indonesia ini menjadi negara Islam karena 87% penduduknya beragama Islam. Masak sebanyak itu tidak menjadi negara Islam?” terang Mahfud MD.
Setelah terjadi perdepatan panjang dan menemui jalan buntu, menurut Mahfud MD, kemudian diserahkan kepada panitia kecil dan muncullah Piagam Jakarta. ”Pembentukan Panitia Kecil itu sebenarnya ilegal. Tetapi Bung Karno beralasan apalah arti formalitas apabila negara dalam keadaan bahaya,” ungkap Mahfud MD.
Prinsip seperti itu pula, menurut Mahfud MD, yang mengilhami dirinya memimpin MK. Menurutnya, formalitas bunyi Undang-Undang (UU) kalau itu tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, maka akan ia tinggalkan. ”Maka seharusnya bikin UU yang adil. Kalau UU-nya yang salah ya kita batalkan,” terangnya.
Mahfud MD menambahkan, demi kemaslahatan juga akhirnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, dicoret. Alasan pencoretan ini karena Bung Hatta mengatakan bahwa dirinya didatangi oleh orang Bagian Timur Indonesia yang menolak dengan Piagam Jakarta tersebut. ”Apa penyebabnya? Karena dalam Piagam Jakarta itu ada kata, ’Ketuhanan berdasarkan dengan syariat Islam bagi pemeluk-pemelukya.’ Karena ada kata Islam dalam piagam itulah maka mereka tidak mau. Berdasar prinsip kemaslahatan dan demi tegakknya negara maka tujuh kata itu akhirnya dicoret,” terangnya.
Pembuatan Piagam Jakarta, kata Mahfud, sama prosesnya dengan pembuatan Piagam Madinah pada zaman Nabi Muhammad SAW, untuk semua golongan yaitu Ansor, Muhajirin, Nasrani, dan Yahudi, yang kesemuanya diikat dalam satu perjanjian mitsaqon gholidho (kesepakatan luhur). “Dan, isi dari Piagam Madinah tersebut yaitu setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas hak hidup dan hak asasi, tetapi setiap orang diwajibkan untuk menjaga ketertiban, serta menjaga hukum dan keadilan,” terangnya.
Dalam konteks Indonesia yang mana bangsa ini dibangun berdasarkan Pancasila, menurut Mahfud MD, sudah sangat baik. Di negara ini, kata Mahfud MD, orang Islam tidak terkurangi apapun karena adanya Pancasila. “Jadi keragaman kita tidak terganggu sama sekali oleh negara Pancasila itu,” jelas Mahfud.
Selaku tuan rumah, Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid dalam sambutannya mengatakan bahwa peringatan kemerdekaan kali ini bertepatan dengan 17 Ramadhan, yang itu artinya sama dengan peringatan Nuzulul Quran atau turunnya Al-Quran dimuka bumi ini. ”Ini menandahkan bahwa alam menghendaki di Indonesia tidak boleh dipertentangkan antara konsepsi kenegaraan dan konsepsi kebangsaan, tidak boleh dipisahkan dengan konsepsi keagamaan,” terangnya. (Shohibul Umam/mh)