Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar Sidang Panel dalam perkara nomor 85, 86, 87/PHPU.D-IX/2011 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Lanny Jaya, Kamis (18/8).
Sidang Panel yang mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi tersebut dipimpin oleh M. Akil Mochtar, didampingi Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai anggota. Menurut Terius Yigibalon, saksi yang dihadirkan oleh Pihak Terkait (Befa Yigibalon dan Berthus Kogoya), pada 11 Juni 2011, calon nomor urut 3 dan massa pendukungnya mengancam KPU dan calon nomor urut 2,4,5, dan 6. ”Mereka menggunakan panah, tombak, dan parang agar dilakukan Pemilukada ulang. Dan, pihak nomor urut 2 (Befa Yigibalon dan Berthus Kogoya) tetap menenangkan massa pendukungnya agar tidak terjadi bentrok antar masa pendukung dengan mematahkan anak panah sebagai simbol agar jangan ada perang suku,” jelas Terius.
Dalam kesempatan tersebut, Terius juga menanggapi dalil Pemohon tentang adanya money politic.. Menurutnya, pada saat pemungutan suara pada 24 Juni 2011, ia berada di TPS Kampung Longgalo di Distrik Tiom dan di sana tidak ada money politic, serta tidak ada instruksi dari kandidat atau tim sukses untuk membagikan uang di Distrik Malagaineri.
Saksi lain yang juga dihadirkan oleh Pihak Terkait, Dekis Wenda, mengatakan bahwa di Distrik Balingga rekapitulasi perolehan suara dibawah oleh masing-masing kepala kampung, yaitu sebanyak 15 kampung.
Saksi lainnya yang dihadirkan oleh calon nomor urut 1, Tirien Yugumboy, mengatakan bahwa di Distrik Balingga perolehan suara dibacakan oleh tiap-tiap kepala kampung dan tidak ada yang merasa keberatan dari saksi-saksi pasangan calon.
Sedangkan Yosim Tabuni, saksi yang dihadirkan oleh Pihak Terkait, membantah dalil Pemohon bahwa ada kesepakatan pemberian 12.000 suara kepada calon nomor urut 3. “Dalil Pemohon itu tidak benar. Tidak pernah ada kesepakatan pemberian 12.000 suara kepada calon nomor urut 3,” terangnya.
Pada kesempatan tersebut, Pihak termohon yaitu KPU Lanny Jaya juga menghadirkan saksi, yaitu Tioba Yikma selaku Anggota Distrik Gamelia. Menurutnya, hasil rekapitulasi suara di Gamelia itu berubah setelah di Kabupaten Lanny Jaya. “Karenanya dalam proses mengantar hasil suara terlambat, karena Ketua PPD beserta anggotanya dan tim sukses nomor urut 3 sudah menunggu di depan Kantor KPU, dan saya di tinggal di sana,” jelasnya.
Keterangan dari Tioba dibenarkan oleh kesaksian dari Mulidani Yekma, saksi yang juga dihadirkan Termohon. Menurutnya, angka yang ada di tingkat kabupaten berbeda dengan di Distrik Gamelia dan tidak diprotes saat rapat yang dilakukan di Jayapura, karena mereka pikir takut pada Ketua PPD.
Hal serupa yang terjadi di Dimba. Menurut R. Jigibalom selaku Anggota Distrik Dimba, yang dihadirkan oleh Termohon, bahwa suara di Dimba berubah ketika berada di kabupaten. “Setelah kami bertanya kepada ketua PPD, kenapa suaranya berubah? Kemudian Ketua PPD tersebut menjawab bahwa itu sudah kebijakan,” terangnya. (Shohibul Umam/mh)