Jakarta, MK Online - Sidang perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah Provinsi Papua Barat masih terus berlanjut. Sidang pembuktian kembali digelar pada Selasa (16/8) di ruang sidang Pleno MK. Pada kesempatan itu, para saksi dari Termohon (Komisi Pemilihan Umum Prov. Papua Barat) dan Pihak Terkait (Pasangan Calon Terpilih Abraham O. Atururi–Rahimin Katjong) berkesempatan memberikan keterangannya.
Dalam sidang perkara nomor 84/PHPU.D-IX/2011 tersebut, hadir para Pemohon Prinsipal, Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat nomor urut 1 Wahidin Puarada-Herman Sonatus Pelix Orisoe serta pasangan calon nomor urut 2 Dominggus Mandacan-Origenes Nauw, dengan didampingi kuasanya.
Pada sidang yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman itu, saksi Pihak Terkait mendapat giliran pertama memberikan kesaksian. Salah satu saksi, Obet Rombrurent, menyatakan, dirinya sebagai salah Panitia Khusus (Pansus) Verifikasi, telah melakukan verifikasi administrasi dan faktual kepada Rahimin Katjong terkait syarat sebagai orang Papua asli. Adapun hasilnya, menurut dia, Rahimin Katjong memang benar telah diakui sebagai anak adat. “Benar-benar anak adat secara adat dan tidak dapat dibantah,” tegasnya. “Jika berbohong maka ini aib adat.”
Pernyataan itupun diamini oleh saksi lainnya, Jul Chaidir. Jul Chaidir adalah sekretaris tim Pansus verifikasi administrasi dan faktual syarat orang asli Papua. “Tim delapan mempercayai sepenuhnya,” katanya. Hasil ini, menurutnya, juga telah disampaikan dalam rapat Pleno DPRD Papua Barat. Meskipun, saat itu masih ada perbedaan pendapat atas hasil verifikasi.
Sedangkan saksi-saksi lainnya, membenarkan bahwa dalam proses pemungutan suara terdapat beberapa permasalahan. Diantaranya: tidak adanya logistik (kotak suara dan surat suara), pemungutan suara yang dihentikan secara sepihak, serta adanya seruan kepada masyarakat melalui selebaran untuk tidak memberikan suara ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Martian Adi, mengungkapkan, di Distrik Pantura sebagian besar masyarakat tidak dapat memberikan hak suaranya. “Dari 23 TPS di Distrik Pantura, tiga melaksanakan pemungutan suara, 20 tidak melaksanakan pemungutan suara,” tuturnya. Hal ini terkait adanya selebaran yang pada intinya berisi penolakan untuk memberikan suara dalam Pemilukada Papua Barat 2011. Seruan ini mengatasnamakan tiga pasangan calon kepala daerah, yakni pasangan calon nomor urut 1, 2, dan 4.
Saksi lainnya, Pince Karolina Suabey, membenarkan hal itu. “Ada surat edaran tidak boleh memilih,” ujarnya.
Bahkan, John Wanma, mengatakan, ada salah seorang anggota DPRD Manokwari datang ke TPS, yang meminta kepada panitia untuk menghentikan proses pemungutan suara. Alasannya, tidak adanya saksi dari pasangan calon. Akhirnya proses pencoblosan pun dihentikan. Sebelumnya, menurut John, pencoblosan tetap dilakukan setelah terjadi kesepakatan antar panitia yang hadir. “Karena hingga pukul 08.30 WIT para saksi tidak datang,” jelasnya. Setidaknya, kata dia, saat itu ada 66 surat suara yang sempat dicoblos.
Adapun para saksi Termohon, menyatakan, selama Pemilukada Papua Barat tidak terdapat persoalan yang berarti. “Tidak ada masalah,” imbuh Ketua KPU Kabupaten Sorong Selatan Aristoteles. ”Seluruh tahapan berjalan lancar,” ujar Ketua KPU Kota Sorong Sukran menimpali. Sedangkan Ketua KPU Fakfak, Markus, menegaskan, semua suara pemilih terdistribusi kepada empat pasangan calon.
Meskipun begitu, pada beberapa wilayah memang terjadi kejadian khusus, terutama di wilayah Manokwari. “Dari 25 distrik, ada 13 distrik yang melakukan pemungutan, 12 distrik ditolak oleh masyarakat,” papar Ketua KPU Manokwari Wiliam Wawanty. (Dodi/mh)