Jakarta, MK Online - Proses pencalonan pemilihan kepala daerah (Pemilukada) di Papua Barat dinilai sudah bermasalah sejak awal, bahkan sejak KPU menetapkan jadwal. Demikian disampaikan oleh Wirdianingsih di hadapan Majelis Hakim Panel yang dipimpin oleh Moh. Mahfud MD, dan Muhammad Alim serta Anwar Usman, masing-masing sebagai anggota dalam Sidang Panel Lanjutan Perkara Nomor 84/PHPU.D-IX/2011 di Mahkamah Konstitusi, Senin (15/8).
Permasalahan lain terkait keberadaan Majelis Rakyat Papua untuk Papua Barat (MRP-PB). Menurut Wirdianingsih, terkait hal tersebut telah dilakukan pertemuan dan kesepakatan antara Bawaslu dan KPU, Kemendagri, Kemenkumham, Kemenkopolhukam, dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPR-PB). Kesepakatan itu mengenai mekanisme pendaftaran yang diberikan KPU ke DPR-PB. “Kesepakatannya adalah bila MRP belum dibentuk, pertimbangan dilakukan oleh DPR-PB,” jelasnya.
Sedangkan mengenai pengajuan gugatan oleh salah satu pasangan calon ke PTUN Jayapura terhadap KPU Propinsi Papau Barat tentang hasil pembukaan pendaftaran tahap kedua yang menurut penggugat tidak sah karena hanya berdasarkan kesepatan bersama yang mengakibatkan penggugat tidak lolos, menurut Wirdianingsih, KPU pada tanggal 20 Juni 2011 melakukan pengundian nomor urut dan tidak diikuti oleh 3 pasangan yang menolak pendaftaran tersebut. “KPU memutuskan bagi pasangan yang tidak mengambil nomor urut akan diwakili oleh KPU dalam pengambilan nomornya,” terangnya.
Sementara dalam hal kehadiran saksi saat rekapitulasi suara, menurut Wirdianingsih, hampir semua saksi dari masing-masing calon tidak hadir dalam proses pemugutan suara atau rekapitulasi suara pada setiap kabupaten yang ada di Papua Barat. Misalnya di Kabupaten Raja Ampat yang mana saksi tidak hadir sama sekali. Sedangkan di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari hanya dihadiri saksi dari Abraham, itu pun tidak merata. “Meskipun demikian, kami tetap mendorong untuk dilakukan pemungutan suara walaupun dimulai pukul 9 atau pukul 10 pagi,” jelasnya.
Sementara itu, menurut Anggota KPU Pusat (Koodinator Dapil Papua Barat) Endang Sulastri, KPU melaksanakan tugas sesuai dengan UU tentang Penyelenggaraan Pemilu, yakni KPU memberikan peraturan, supervisi, monitoring, dan menerima laporan. Terkait hal tersebut, menurut Endang, ada beberapa hal yang menjadi perhatiannya, yaitu apakah Komisi Pemilihan Umum Papua Barat (KPU-PB) telah melangkai kewenangan DPR-PB sebagaimana diamantkan UU Otonomi Daerah untuk Propinsi Papua. “Selain itu, apakah tindakahanya sudah sesuai dengan UU 21/2001 khusunya Pasal 7 Ayat 1 Huruf a,” terangnya.
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, menurut Endang, KPU Pusat memberikan pertimbangan kepada DPR-PB untuk dapat melakukan verifikasi sekaligus penetapan. Menurut Endang, Semestinya DPR-PB melakukan penetapan pada 17 Mei 2011. Namun sampai tanggal yang dimaksud DPR-PB belum melakukan penetapan ataupun keputusan tentang laporan hasil laporan Pansus tentang verifiksai faktual Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang menyatakan bahwa 3 pasangan calon memenuhi syarat, dan satu pasangan calon belum diberikan pendapat. “Kondisi yang demikian itulah yang menyulitkan KPU Pusat. Padahal KPU Pusat harus melaksanakan tahapan Pemilukada demi kepastian hukum,” jelasnya. (Shohibul Umam/mh)