Jakarta, MKOnline – Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Lanny Jaya memasuki persidangan ketiga, Senin (15/8). Sidang Perkara No.85, 86, 87/PHPU.D-IX/2011 kali ini beragendakan mendengar keterangan saksi Para Pemohon.
Lima orang saksi para Pemohon pada persidangan kali ini menyampaikan keterangannya di hadapan panel hakim yang diketua M. Akil Mochtar. Satu saksi dari Pemohon 87 dan empat saksi dari Pemohon 86 mengungkapkan bahwa dalam Pemilukada Kab. Lanny Jaya telah terjadi berbagai kecurangan seperti adanya anak di bawah umur yang melakukan pemungutan suara sampai adanya penggelembungan surat suara.
Saksi pertama yang menyampaikan keterangannya, yaitu saksi Pemohon 86, Elisa Wakur yang juga menjadi saksi kandidat nomor urut 1 di TPS 2 Desa Longgalo, Distrik Tiom. Menurut Elisa pada 24 Juni 2011, hario pencoblosan, di TPS 1 seorang kepala desa menahan kertas suara. Kepala Desa Longgalo itu tidak sendiri, ia dibantu oleh anaknya dan kakaknya Kandidat Nomor Urut 2. Namun, Elisa mengaku tidak mengetahui berapa banyak jumlah surat suara yang ditahan oleh kepala desa tersebut. Elisa hanya mengetahui alasan penahanan surat suara tersebut. ”Ini kita sudah lakukan pemilihan secara aklamasi di gereja tanggal 19 Juni. Ya, kesepakatan untuk Kandidat Nomor Urut 2 punya suara. Itu yang disampaikan oleh Ketua KPPS. Komentar dari Ketua KPPS, Saudara Agus Welda,” ujar Elisa menjelaskan alasan penahanan surat suara seperti yang disampaikan Agus Welda kepadanya sesaat sebelum pencoblosan berlangsung pada tanggl 24 Juni 2011.
Lebih lanjut Elisa mengatakan saat itu ia tidak terima dengan keterangan yang disampaikan Agus. Namun, Agus malah mengancam Elisa. “Kemana pun kalian pergi, tidak akan berhasil,” ujar Elisa menirukan ucapan Agus yang sudah direkamnya.
Saksi Pemohon 86 selanjutnya, yaitu Tereniur Tabuni yang merupakan anggota tim sukses pasangan nomor urut 1 di tingkat Kampung Kampung Juga. Tereniur mengtakan pada hari pencoblosan terdapat anak di bawah umur yang melakukan pencoblosan di TPS Kampung Juga dengan cara menyerahkan surat suara ke ketua adat. ”Waktu itu Ketua KPPS, mereka kasih kesempatan untuk anak di bawah umur juga ikut pencoblosan, tapi waktu itu tidak ikut pencoblosan, tapi sistem noken. Kemudian waktu itu dilakukan, saya sementara ambil gambar pakai kamera saya. Kemudian saya sementara ambil gambar, Ketua KPPS datang melarang untuk ambil gambar,” jelas Tereniur sembari melanjutkan bahwa setelah itu keduanya sempat adu mulut.
Penggelembungan Suara
Satu-satunya saksi dari Pemohon 87, yaitu Tendien Wenda Kabupaten warga Kab. Jayawijaya yang menjadi anggota tim sukses kandidat nomor urut 2. Tendien menyampaikan bahwa terdapat oknum Ketua PPD (Panitia Pemilihan Distrik) dan Sekretaris PPD melakukan penggelembungan kertas surat suara sebanyak 3.000 suara pada tanggal 23 Juni 2011, sehari sebelum pemungutan suara.
”Saya tidak tahu caranya, tetapi waktu itu kedapatan pas tanggal 24 (24 Juni 2011, red). Tanggal 23 kami mau bawa keluar dari PPD ke PPS, tanggal 24 pagi kami hitung sebelum pencoblosan, menghitung seluruh kertas suara, ternyata masing-masing TPS di Distrik Maki itu 22 kampung, 32 TPS. Semua TPS kekurangan kertas suara. Jadi, 3.000 suara itu ditinggalkan oleh PPD di kantor PPD,” jelas Tendien.
Loebih lanjut, Tendien mengatakan pihaknya langsung berontak kepada Ketua PPD dan Sekretaris PPD, meminta agar 3.000 kertas suara yang disimpan di dalam kantor dikeluarkan. Akhirnya, surat suara tersebut dikeluarkan dan diserahkan kepada seluruh TPS. (Yusti Nurul Agustin/mh)