JAKARTA– Mahkamah Konstitusi (MK) meminta polisi tetap fokus menyelesaikan skandal surat palsu MK terkait pencalegan di Dapil Sulawesi Selatan I pada Pemilu 2009, meski perhatian publik kini tersedot pada kasus M Nazaruddin.
MK khawatir kasus yang sempat mengendap sekitar satu tahun ini kembali terbengkalai. ”Pemeriksaan terhadap Dewie Yasin Limpo (salah satu saksi) molor. Ini tanda-tanda bahwa penyelesaian kasus akan semakin lama dan tidak menentu,” kata Juru Bicara MK Akil Mochtar di Jakarta, kemarin.
Pemeriksaan terhadap Dewie dijadwalkan berlangsung awal Agustus 2011.Namun Mabes Polri memberi kelonggaran kepada Dewie untuk mangkir dengan alasan harus menghadiri tarawih keliling (tarling) dan memenuhi undangan pelantikan salah satu kuasa hukumnya, Bonaran Situmeang, sebagai Bupati Tapanuli Tengah pekan lalu.
Dewie sebagai orang yang dianggap sebagai tokoh kunci dalam perkara pemalsuan surat MK baru menjalani pemeriksaan di Mabes Polri kemarin. ”Proses kasus surat palsu memang berjalan, tapi tak boleh tenggelam, meski jadwal dan prosedur pemeriksaan semakin lamban,” ujar Akil.
Keterlambatan pemeriksaan, menurut dia, akan berdampak pada penuntasan kasus secara umum, mengingat hingga saat ini baru satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Sayangnya, kata Akil, tersangka ini pun bukan pemain utama yang mendalangi pemalsuan.
”Polisi pernah berjanji akan bekerja cepat menuntaskan kasus ini termasuk menetapkan dua orang lagi sebagai tersangka. MK tetap menanti niat baik Mabes Polri,”tegasnya. Kasus surat palsu MK ini menyeret pula mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati yang saat ini telah menjadi pengurus DPP Partai Demokrat.
Ketua MK Mahfud MD mengatakan, pemalsuan surat MK pada dasarnya adalah kejahatan terhadap konstitusi dan pencideraan demokrasi. Karenat itu,semua orang yang terlibat harus dihukum sehingga tidak ada orang berani melakukannya lagi. ”Saya bersedia diperiksa bila dibutuhkan.Tak perlu menunggu izin Presiden. Kalau perlu saya datang sendiri ke Mabes Polri,”kata Mahfud.
Menurut dia, di saat pemerintah dinilai gagal menyukseskan program pemberantasan korupsi yang menjadi harapan masyarakat, konstitusi menjadi satu-satunya sumber optimisme rakyat. Karena itu, jika konstitusi dan demokrasi dibajak oleh orang-orang yang mengejar keuntungan sendiri, maka negara ini di ambang negara gagal.
Sementara itu, politikus Partai Hanura Dewie Yasin Limpo kemarin tiba di Mabes Polri sekitar pukul 11.00 WIB. Dia langsung menjalani pemeriksaan didampingi kuasa hukumnya, Elza Syarif di salah satu ruangan di Badan Reserse Kriminal Polri. ”Saya datang sebagai saksi.Mau konsentrasi dulu ya (untuk pemeriksaan),” tuturnya kepada wartawan.
Menurut Elza, Dewie diperiksa sebagai saksi dari tersangka juru panggil MK,Masyhuri Hasan. Elza mengatakan, kliennya memberi keterangan seputar perannya dalam kasus ini sama persis dengan yang pernah disampaikan di hadapan Panjia Mafia Pemilu Komisi II DPR Juli 2011 lalu.
”Klien saya yang sebenarnya dirugikan dalam perkara ini. Beliau tidak pernah menggunakan surat putusan MK itu kok,”tegas Elza. Pihak Dewie,sambung Elza, juga sudah melaporkan KPU ke Mabes Polri terkait pembatalan putusan MK yang menyebutkan kursi DPR untuk Dewie dari Partai Hanura.
Menurut Elza, pihaknya justru menanyakan soal putusan MK mana yang dikabulkan dan dieksekusi oleh KPU.Apakah yang menyatakan bahwa kursi DPR adalah hak Dewie atau yang menyebutkan kursi milik Partai Gerindra atas nama Mestariani Habie.
Pengacara lain Dewie,Yaser S Wahab, mengatakan, surat palsu maupun asli, sama-sama tidak menguntungkan Dewie. Meski begitu,dia tidak mengetahui pasti motivasi maupun siapa inisiator surat palsu ini.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan, pemeriksaan kemarin untuk mencari fakta hukum terkait kasus ini. Dia tak menjelaskan peran Dewie dalam kasus ini berdasarkan pemeriksaan sementara.